Nasional

AJI: Serangan Siber Terhadap Jurnalis dan Media Terjadi Karena Mengkritik Pemerintah

Pihaknya sangat risau atas kejadian tersebut. Abdul mengatakan tren serangan siber terhadap wartawan dan media sudah terjadi sejak 2017 lalu.

“Kita tahu bullying wartawan top score, kemudian berlanjut kepada wartawan kumparan dan detikcom. Tahun 2019 berlanjut serangan siber terhadap tempo karena membuat cover Presiden dengan bayangan pinokio. Praktik itu berlangsung sampai tahun 2020,” tuturnya.

Abdul menilai, berbagai macam serangan tersebut dilakukan sebagai bentuk balasan karena media-media menulis hal yang cukup kritis. Misalnya, kata dia, seperti kejadian pada 2017-2018 ada pemberitaan kritis terhadap tokoh-tokoh Islam konservatif.

“Lebih tepatnya waktu itu ke Rizieq Shihab dan FPI,” ujarnya.

Sedangkan pola kasus serangan siber pada 2019-2020 umumnya yang menjadi korban ialah yang mengkritik pemerinah.

“Saya kira ini perkembangan yang kurang menggembirakan, ketika media menjalankan fungsinya sebagai watchdog, pengawas dan melakukan fungsi kontrol sosial, mereka hanya berpotensi berhadapan dengan hukum,” imbuhnya.

Tapi, lanjutnya, perkembangan yang selama ini para jurnalis hadapi adalah serangan secara digital walaupun mungkin tidak mudah menemukan jejak.

“Tapi saya kira cukup kuat untuk kita mengatakan bahwa para pelaku mendapatkan lampu hijau dari orang-orang yang berada di kekuasaan yang merasa tidak senang dengan pemberitaan kritis media,” pungkasnya.(sis)

Laman sebelumnya 1 2

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button