Baca e-Book Bajakan Nggak Bikin Kamu Jadi Keren!
![Baca e-Book Bajakan Nggak Bikin Kamu Jadi Keren!](/wp-content/uploads/2022/11/freestocks-PkyL3p9Kx8c-unsplash.jpg)
BACA JUGA: BKPSDM Cianjur Segera Terapkan Aplikasi Terintegrasi
Rasanya berat untuk membeli buku seharga Rp50 – Rp60 ribu padahal, setiap minggu kita bisa ngopi di coffee shop. Maka dari itu, mindset seperti ini yang perlu diubah sejak dini sehingga buku bajakan baik dalam bentuk fisik atau digital bisa diberantas.
Sayangnya, budaya membaca buku digital bajakan ini juga didukung oleh para akademisi di kampus. Sebagian dosen malah mempersilakan mahasiswanya untuk membaca buku digital bajakan sebagai bahan referensi. Gilanya lagi, mahasiswa pun mengiyakan dan setuju dengan pendapat tersebut.
Padahal, membaca e-Book bajakan sama saja kita memberangus industri buku dan budaya literasi yang ada. Buku digital dan fisik memiliki proses produksi yang sama, bedanya bukunya tidak dicetak. Dalam menerbitkan buku digital, ada editor yang senantiasa melakukan proofreading, desainer grafis yang membuat sampul, dan yang terpenting, penulis yang menghabiskan sebagian masa hidupnya untuk menciptakan gagasan dan pemikiran.
Apakah tega kita menghilangkan penghasilan mereka? Beberapa pembaca e-Book bajakan mungkin beranggapan bahwa yang terpenting adalah ilmu dalam buku tersebut. Nah, pertanyaannya, siapa yang memberikan ilmu di buku tersebut? Penulis! Maka, untuk membalasnya apakah kita akan memberangus penghasilannya? Pikir lagi.
Di tengah masyarakat yang literasi-nya masih rendah, perlu pembiasaan terhadap budaya literasi yang legal, aman, dan nyaman. Sehingga, penulis pun semangat untuk berkarya, penerbit semangat menerbitkan buku berkualitas, sehingga di masa depan, Indonesia punya arsip keilmuan yang kaya.