CIANJURUPDATE.COM – Gempa bumi berkekuatan 5,6 magnitudo yang mengguncang Kabupaten Cianjur pada Senin (21/11/2022) menyisakan banyak kerusakan dan memakan korban jiwa. Hal ini membuat aktivitas masyarakat di sejumlah kecamatan lumpuh sementara karena harus mengungsi akibat robohnya tempat tinggal mereka.
Berdasarkan data terbaru per Senin (28/11/2022) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB), jumlah korban jiwa akibat gempa Cianjur ini ada di angka 321 orang. Setidaknya ada 56.311 rumah yang rusak. Sebanyak 22.267 rusak berat, 11.836 rusak sedang dan 22.208 rusak ringan.
Pemerintah yang sejak H+1 penanganan bencana menjanjikan bantuan perbaikan rumah akibat gempa memberikan harapan bagi warga Cianjur yang terdampak bencana. 62.545 orang yang mengungsi berharap bantuan tersebut bisa cepat disalurkan agar bisa segera kembali beraktivitas seperti sedia kala.
Pada Senin ini pun, Bupati Cianjur H Herman Suherman telah melepas para relawan yang hendak melaksanakan pendataan rumah rusak Pascabencana gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Cianjur. Mereka terdiri atas jajaran BNPB, TNI, POLRI para relawan dan mahasiswa di Universitas Putra Indonesia Cianjur.
“Saya berpesan lakukan tugas pendataan ini senantiasa diniatkan sebagai ibadah agar menjadi amal sholeh,” kata Herman dikutip akun Instagramnya @h.hermansuherman, Senin (28/11/2022).
Herman mengatakan, selain melakukan pendataan, para relawan pun mensosialisasikan bagi para pengunjung yang tidak berkepentingan dari luar kota agar tidak berdatangan dan mengganggu proses penanganan oleh petugas.
“Terkecuali memang benar-benar membantu sebagai relawan,” ucap dia.
Akan tetapi, pendataan tersebut harus dilakukan secara cepat, terintegrasi, dan terorganisir. Belajar dari bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 2018 lalu, Cianjur harus bisa memberikan bantuan dengan segera agar masyarakat tidak merasa diabaikan.
Berdasarkan laporan Tirto berjudul Setahun Palu: Pemerintah Lamban Tangani Pascabencana, selama satu tahun masyarakat masih berada di ambang ketidakpastian soal jaminan hidup dan hunian tetap. Dalam laporan tersebut, selama satu tahun sejak gempa pada 2018 hingga 2019, masih banyak warga terdampak yang belum mendapatkan bantuan yang dijanjikan pemerintah.
Salah satunya adalah Sri Tini (54). Warga Talise, Palu itu mengaku tidak betah tinggal di hunian sementara yang dibangun di kawasan Lapangan Koni, Talise. Tempatnya panas dan tidak punya sekat. Bahkan, aksesnya pun cukup jauh dan apabila malam hari, tidak ada penerangan sama sekali.
Hingga akhirnya, ia membangun sendiri rumah dari bambu yang jaraknya cuma beberapa meter dari hunian sementara yang ditempatinya. Tini mengaku dapat bantuan dari gereja untuk membangun rumah itu lengkap dengan isinya.
Sampai laporan tersebut diterbitkan pada 15 Oktober 2019, Tini belum dapat dana jaminan hidup yang dijanjikan Kementerian Sosial. Besarannya Rp 10 ribu untuk satu jiwa per hari dan diberikan selama dua bulan usai masa tanggap darurat.
Sama halnya dengan Amir. Ia pun mengaku belum mendapatkan jaminan hidup. Bahkan, ia pun belum mendapat huntara maupun hunian tetap setelah setahun bencana. Amir mengaku dijanjikan mendapat dana stimulan sebesar Rp 50 juta untuk kategori rumah rusak berat.
BACA JUGA: Jalankan Arahan AHY, Wakil Sekjend DPP Jovan Salurkan Bantuan Ke Korban Gempa Cianjur
Pada awalnya Amir mengira uang itu akan diberikan secara tunai kepada penerima hak dana stimulan, seperti yang dijanjikan Wakil Presiden kala itu, Jusuf Kalla. Akan tetapi, pada SK Gubernur, menginstruksikan, uang 50 juta itu akan dikelola fasilitator dan dibangunkan rumah model Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA).
“RISHA itu nilainya hanya 35 juta per unit. Kenapa tidak dikasih tunai saja lalu kami kelola sendiri? Jika kami ingin membangun yang lebih besar dan lebih layak, kami bisa menambah sendiri sisanya. Jangan semuanya diwajibkan membangun RISHA. Belum tentu tahan gempa juga,” ujar Amir dikutip Tirto.id, Senin (28/11/2022).
Memang, dibandingkan gempa dan tsunami Palu, bencana yang melanda Kabupaten Cianjur tidak menyebabkan kerusakan yang sangat parah. Tetapi, tetap saja gempa ini meluluhlantakan ribuan rumah milik warga, sehingga pemerintah wajib memberikan bantuan dengan adil dan layak.
Pemerintah harus membuktikan bahwa penanganan pascabencana di Indonesia tidak memberikan angin surga bagi warga yang terdampak. Jangan sampai pendataan warga terdampak bencana dilakukan secara tidak terorganisir dan terintegrasi, supaya pemerintah pun mampu memberikan bantuan sesuai dengan data yang sesungguhnya.
Selain itu, pemerintah harus membuat pusat informasi satu pintu yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat. Sehingga, warga terdampak pun tidak kebingungan ketika hendak mendapatkan kepastian mengenai bantuan yang akan mereka dapatkan.
Setiap kementerian di pemerintah pusat dan dinas di pemerintah daerah harus bersinergi agar data warga terdampak bisa diperkuat. Pusat informasi satu pintu ini pun bisa mengatasi masalah data yang berbeda-beda antara pemerintah pusat dan daerah.
Kewenangan pemerintah daerah seharusnya tidak boleh dilemahkan, tetapi diperkuat dengan tenaga tambahan dari pemerintah pusat. Dengan demikian, realisasi penyaluran bantuan bagi warga terdampak bencana gempa bumi Cianjur bisa disalurkan dengan cepat dan tepat sasaran.
Penulis: Afsal Muhammad