Beda Tuntutan Kenaikan UMK SPN-FSPMI, Ada Keretakan Antar Buruh Cianjur?
![Beda Tuntutan Kenaikan UMK SPN-FSPMI, Ada Keretakan Antar Buruh Cianjur?](/wp-content/uploads/2021/11/IMG-20211118-WA0006-780x470.jpg)
“SPN melakukan survei kebutuhan hidup rata-rata buruh di Kabupaten Cianjur di enam pasar tradisional, rata-rata di angka Rp3,1 juta. Maka sangat wajar kalau kita menuntut kenaikan 21 persen agar UMK Cianjur di angka Rp3,2 juta,” paparnya.
Perbedaan ini kontradiktif dengan perlawanan buruh Cianjur pada 2020, ketika menolak Omnibus Law dan menuntut kenaikan UMK. Hendra mengatakan, sejak awal pihaknya sudah mencoba berkomunikasi dengan serikat pekerja lain.
“Dari awal sudah komunikasi dengan serikat buruh lain, namun kayaknya gagal,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, perbedaan tersebut tidak dijadikan paham yang bersebrangan antara serikat buruh, namun tetap dijadikan tujuan untuk kesejahteraan buruh di Kabupaten Cianjur.
“Pada prinsipnya, kita semua sama-sama berjuang untuk kesejahteraan buruh di Kabupaten Cianjur,” sebutnya.
Oleh karena itu, pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak buruh demi kesejahteraan masyarakat Cianjur. Ia pun berani mengambil risiko apapun.
“Kita akan terus melakukan pergerakan perlawanan secara besar-besaran dan terus menerus. Apapun risikonya, akan kita lakukan untuk kesejahteraan buruh dan masyarakat Cianjur,” bebernya.
Sebelumnya diberitakan, puluhan buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Cianjur menggelar audensi dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Cianjur, Senin (15/10/2021). Mereka menuntut kenaikan upah sebesar 10 persen.
Ketua FSPMI/KSPI Cianjur, Asep Saepul Malik mengatakan, pada prinsipnya pihaknya tetap menuntut kenaikan upah. Jika tuntutannya tidak terpenuhi, akan ada maraton unjuk rasa.