Bumi Ageung, Saksi Perumusan Pembentukan Tentara PETA di Cianjur
Awal Mula Dibangun
Pada masa pemerintahan R.A.Aria Prawiradiredja II menginginkan sebuah rumah pribadi untuk beristirahat dari pekerjaannya sebagai seorang bupati. Maka pada tahun 1886, dibangunlah sebuah rumah peristirahatan yang letaknya sekitar 200 meter dari rumah dinas (Pendopo).
Rumah ini dibangun dengan arsitektur tradisional kuno dengan elemen detail berunsur Eropa. Pada bagian depan atap rumah langgamnya dibuat mirip dengan bangunan Pendopo dan Istana Kepresidenan Cipanas.
Bisa jadi langgam ini dibuat untuk memperlihatkan ciri khas arsitektur Cianjur kuno di masa lalu. Pada tahun 1910, Bumi Ageung diwariskan kepada putri sematawayangnya yang bernama Raden Ayu Tjitjih Wiarsih.
Saksi Bisu Perumusan Pembentukan PETA
Pada masa kepemilikan beliau, rumah ini berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia, karena digunakan sebagai tempat perumusan pembentukan tentara PETA (Pembela Tanah Air) pimpinan Gatot Mangkoepradja tahun 1943-1945. Sampai PETA berpindah kantor ke Kampung Bihbul, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur yang jalannya kini dikenal dengam Jalan Gatot Mangkupradja.
Bumi Ageung direnovasi pertama kali pada tahun 1950 setelah hampir hancur karena terkena bom pasukan Jepang dan Belanda. Pada 9 Agustus 1949, Bumi Ageung pun menjadi saksi bisu peristiwa penyerahan kekuasaan Belanda kepada tentara republik wilayah Kota Cianjur.
Selain itu, rumah ini pernah dijadikan tempat perlindungan manula, perempuan, dan anak-anak keturunan ketika terjadi kerusuhan etnis di Cianjur sekitar tahun 1962-1963.
Walau sebagian unsur bangunan ini berganti rupa, Bumi Ageung tetap sarat akan berpengaruhnya kota Cianjur. Sejak masa penjajahan hingga kemerdekaan Indonesia.