CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – Bumi Ageung Cikidang menyimpan banyak sejarah di Cianjur. Lokasinya terletak di Jalan Mochamad Ali No 64, Solokpandan. Usianya sudah lebih dari satu abad, tetapi bangunan yang mayoritas terbuat dari ukiran kayu tersebut tak lekang waktu.
Rumah cat kuning ini seperti peneduh di antara deretan beragam jenis toko. Bagaimana tidak, di depan rumah ini masih berdiri sejumlah pohon yang rindang, tak seperti di depan toko lainnya.
Pintu rumah dan jendela yang masih berarsitektur Cianjur kuno. Hal itu menjadi pembeda yang mencolok di antara deretan bangunan lainnya.
Setiap orang yang berkunjung pasti akan merasakan hal yang berbeda. Suasana tempo dulu membuat siapapun yang masuk tidak akan merasa sedang berada di tahun 2019.
Sebab, deretan foto hitam putih dan penghias dinding antik membuat siapapun akan hanyut bersama sejarah Cianjur zaman dulu. Satu persatu foto di dinding menggambarkan siapa yang berada di dalam foto, lengkap dengan tahun foto itu diambil.
Masuk lebih dalam ke ruangan tengah, di sebelah kiri terlihat seperti ada ruang santai. Di sana, ada televisi hitam putih besar, radio tempo dulu, serta perkakas, lemari, dan kursi ukiran.
Baca Juga: Dewan Kesenian Cianjur (DKC), Riwayatmu Kini
Di ruangan tengah, terdapat sebuah meja bundar. Di atasnya disimpan beberapa wayang golek yang menggambarkan bahwa sang penghuni rumah sangat menganggumi wayang golek.
Di ruangan ini juga ada beberapa lemari yang menyimpan piring, sendok, gelas, dan perlengkapan antik lainnya dari pemilik rumah pertama.
Awal Mula Dibangun
Pada masa pemerintahan R.A.Aria Prawiradiredja II menginginkan sebuah rumah pribadi untuk beristirahat dari pekerjaannya sebagai seorang bupati. Maka pada tahun 1886, dibangunlah sebuah rumah peristirahatan yang letaknya sekitar 200 meter dari rumah dinas (Pendopo).
Rumah ini dibangun dengan arsitektur tradisional kuno dengan elemen detail berunsur Eropa. Pada bagian depan atap rumah langgamnya dibuat mirip dengan bangunan Pendopo dan Istana Kepresidenan Cipanas.
Bisa jadi langgam ini dibuat untuk memperlihatkan ciri khas arsitektur Cianjur kuno di masa lalu. Pada tahun 1910, Bumi Ageung diwariskan kepada putri sematawayangnya yang bernama Raden Ayu Tjitjih Wiarsih.
Saksi Bisu Perumusan Pembentukan PETA
Pada masa kepemilikan beliau, rumah ini berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia, karena digunakan sebagai tempat perumusan pembentukan tentara PETA (Pembela Tanah Air) pimpinan Gatot Mangkoepradja tahun 1943-1945. Sampai PETA berpindah kantor ke Kampung Bihbul, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur yang jalannya kini dikenal dengam Jalan Gatot Mangkupradja.
Bumi Ageung direnovasi pertama kali pada tahun 1950 setelah hampir hancur karena terkena bom pasukan Jepang dan Belanda. Pada 9 Agustus 1949, Bumi Ageung pun menjadi saksi bisu peristiwa penyerahan kekuasaan Belanda kepada tentara republik wilayah Kota Cianjur.
Selain itu, rumah ini pernah dijadikan tempat perlindungan manula, perempuan, dan anak-anak keturunan ketika terjadi kerusuhan etnis di Cianjur sekitar tahun 1962-1963.
Walau sebagian unsur bangunan ini berganti rupa, Bumi Ageung tetap sarat akan berpengaruhnya kota Cianjur. Sejak masa penjajahan hingga kemerdekaan Indonesia.
Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya
Oleh karena itu, pada tahun 2010, Bumi Ageung ditetapkan menjadi Benda Cagar Budaya Nasional bedasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Saat ini diurus oleh keluarga generasi keempat dan dijadikan sebagai sebuah heritage di Cianjur. Dipelihara oleh cucu Dalem Raden Prawiradirga, yakni Pepet Djohar bersama istrinya Sofati (63).
Bangunan ini sekarang masih dijadikan tempat mencari informasi sejarah Cianjur dan berkumpulnya para budayawan sampai pejuang kemerdekaan. Di bagian belakang rumah masih tersimpan sebuah foto berukuran sangat besar. Foto itu adalah R.A.A. Prawiradiredja II yang terlihat mengenakan pakaian adat lengkap dengan bando di kepala.
Di ruang ini, ada beberapa kursi dan sebuah meja sehingga sering dijadikan tempat berkumpul keluarga.
Cerita Pepet Djohar
Pepet Djohar mengatakan, bagian dapur dan kamar belakang sempat terbakar sehingga kini sudah bukan aslinya. “Dulu itu saat kena bom hampir rata dengan tanah,” ucapnya saat ditemui di kediamannya, Senin (26/5/2019)
Pepet mengatakan dulu banyak pejuang kemerdekaan yang sering mampir ke sana. “Dulu itu pernah pasukan batalionnya Kemal Idris, sampai Alex Kawilarang pun dulu sering mampir ke sini,” kenangnya.
Pada masa kepemilikan R.A. Tjitjih Wiarsih, tempat ini menjadi tempat berkumpul organisasi kewanitaan Cianjur.
“Dulu itu PASI (Pasundan Istri) sering rapat di sini. Dipimpinnya pun oleh R.A. Tjitjih Wiarsih sendiri, selain itu beliau juga memegang Palang Merah, serta menjadi anggota dewan,” kata dia.
Bumi Ageung dalam bahasa Sunda artinya rumah yang besar. Di atas pintu utama rumah tertera angka 1886 ysng menunjukan tahun pembangunan. Bangunan ini dikenal warga Cianjur sebagai rumah Dr Toki, dokter yang masih satu keturunan dari R.A. Aria Prawiradiredja.
Keasrian dan kekokohan bangunan kayu yang tak rusak ditelan usia, membuat bangunan ini menjadi salah satu tujuan wisata sejarah yang banyak dikunjungi masyarakat. (ct1)