CIANJURUPDATE.COM – Baru-baru ini, ilmuan mengabarkan terkait ancaman Covid-22 yang akan melanda dunia dengan tingkat bahaya melebihi Covid-19. Seperti apa?
Istilah ini pertama kali oleh ilmuwan Sai Reddy, yang berbasis di Zurich, Swiss, Profesor Imunologi dari Universitas ETH.
Istilah ini tidak ditetapkan secara resmi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Namun, dilontarkan dalam wawancara dengan koran berbahasa Jerman-Swiss, Blick, terkait pandemi.
Awalnya, ia menyebut keparahan tingkat penularan varian Delta membuat Covid-19 makin buruk di 2021.
“Ini bukan lagi Covid-19. Saya akan menyebutnya Covid-21,” jelasnya saat ditanya soal program vaksinasi dan betapa gawatnya tingkat penularan varian Delta.
Kemudian, ia berkomentar soal fase pandemi berikutnya pada 2022 yang kemungkinan akan menghadirkan varian yang lebih berbahaya akibat mutasi varian virus corona dan menyebutnya sebagai Covid-22.
“Hal itu akan menjadi masalah besar di tahun depan. Covid-22 bisa lebih buruk dari apa yang kita saksikan saat ini,” tuturnya.
Sai memakai istilah ini untuk menjelaskan, jika varian Covid-19 pada 2022 bisa bermutasi lebih ganas dari varian Delta.
Diperkirakan akan muncul varian baru tahun depan yang lebih mematikan dan menular dari Delta.
Meskipun begitu, istilah Covid-22 yang ia gunakan tetap merujuk pada virus corona SARS-CoV-2.
Virus inilah yang menjadi penyebab penyakit Covid-19. Sehingga ia menggunakan istilah Covid-22 yang kemungkinan menyebabkan muncul varian baru SARS-CoV-2 yang lebih berbahaya di tahun 2022. Sehingga, ia mengimbau supaya warga dunia lebih waspada.
“Covid-22 bisa lebih buruk dari apa yang kita saksikan sekarang. Jika varian seperti itu muncul, kita harus mengenalinya sedini mungkin dan produsen vaksin harus mengadaptasi vaksin dengan cepat,” kata Sai.
Dari pernyataan tersebut, istilah Covid-22 ditekankan pada “kemungkinan” muncul varian baru Covid-19.
Sebab, ia menyoroti bagaimana varian Covid-19 bermutasi dengan cepat dalam waktu kurang dari dua tahun. Menurut Sai ini bukan pertanda baik.
Alasan Covid-19 di 2022 Bisa Lebih Buruk
Lebih lanjut, Sai membeberkan alasan mengapa ia memberikan perkiraan itu:
- Kemunculan varian Delta menunjukkan terjadinya peningkatan penularan, sehingga virus lebih menular antar manusia.
- Ada potensi muncul dan menyebarnya varian baru yang memiliki mutasi pada protein lonjakan (spike protein). Sehingga, virus ini lolos dari deteksi antibodi.
- Terdapat sejumlah orang yang tidak divaksinasi di Swiss (dan berbagai negara di Eropa). (Pemerintah) melonggarkan berbagai pembatasan yang membuat virus lebih mudah menular (misal memperbolehkan makan di dalam ruangan, menyelenggarakan acara bersama, dan konser).
Ancaman Covid-22 Sudah Menanti
Selain itu, penamaan suatu penyakit biasanya lewat kesepakatan bersama yang diumumkan oleh WHO.
Penamaan Covid-19 sendiri merupakan singkatan, seperti dijelaskan Thomas Russo, MD, profesor dan Kepala Penyakit Menular di Universitas Buffalo, New York, AS.
“CO untuk corona, VI untuk virus, D untuk penyakit (disease), dan 19 untuk tahun pertama ditemukan,” paparnya.
Sementara penamaan virus corona SARS-CoV-2 sendiri dilakukan berdasarkan struktur genetik virus. Penamaan ini dilakukan oleh Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV).
WHO kemudian mengumumkan nama penyakit akibat SARS-Cov-2 dinamakan Covid-19 berdasarkan pedoman Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dan Badan Pangan Dunia (FAO).
Sehingga, William Schaffner, MD, spesialis penyakit menular dan profesor dari Universitas Vanderbilt, menyebut kemungkinan yang terjadi di 2022 adalah muncul varian baru Covid-19, bukan Covid-22.
“Semua varian (dengan) galur yang mirip tetapi punya sedikit berbeda dari (virus corona) COVID-19 asli (akan) diberi nama dari alfabet Yunani,” kata William.
“Sehingga, jika ada varian baru yang muncul pada 2022, kemungkinan akan diberi nama dengan (kelanjutan) huruf Yunani, bukan Covid-22,” sambungnya.
Saat ini, berbagai varian mutasi virus corona yang muncul memang diberi nama dengan huruf Yunani, mulai Alfa, Beta, Gamma, Delta, hingga Lambda.
Covid-22 dianggap spekulasi Profesor Lawrence Young, virologis dari Universitas Warwick pun menyebut perkiraan tersebut masih terlalu dini.
“Covid-22 menakutkan dan sangat spekulatif,” tuturnya.
Sebab, menurutnya mutasi kombinasi strain dari berbagai varian virus yang ada saat ini sangat kecil kemungkinannya.
“Itu tidak berarti bahwa kita harus lengah tentang generasi varian baru. Kita telah belajar keras tentang dampak dari varian Alpha dan Delta,” lanjutnya.
Ia menyarankan, cara terbaik untuk menghentikan virus corona bermutasi menjadi varian-varian baru adalah dengan menghentikan virus yang menginfeksi manusia. Termasuk mendorong semua orang agar tidak saling menularkan satu sama lain.
Sebab, virus ini bisa bermutasi menjadi varian yang lebih ganas ketika memperbanyak diri di sel manusia yang terinfeksi.
“Kita sangat perlu membuat dunia divaksinasi,” tandasnya, seperti dikutip inews.
Covid-22 akan mendapat penamaan baru jika mutasi virus corona SARS-CoV-2 benar-benar sudah berbeda dari versi asli Covid-19.
Meski demikian, mutasi virus ini pun mesti membuat virus itu masih dalam kategori keluarga virus corona, seperti dijelaskan Martin J. Blaser, profesor kedokteran, patologi, dan laboratorium kedokteran di Institut Kedokteran Rutgers Robert Wood Johnson.
Tetapi para ahli “tidak bisa memprediksi” apa yang akan terjadi selanjutnya, kata Dr. Blaser.
“Saya kira tidak akan ada virus baru yang membawa bencana besar tahun depan atau 10 tahun kemudian,” kata Martin.
“Itu hal yang tidak bisa diketahui, yang bisa kita prediksi adalah akan ada varian baru Covid-19. Beberapa varian ini mungkin lebih baik atau lebih buruk, waktu yang akan menjawab,” lanjutnya.
Schaffner menyatakan hal serupa bahwa kita akan memiliki Covid-22 yang sebenarnya seperti mengantisipasi di beberapa titik bahwa kita akan memiliki jenis flu yang sama sekali berbeda.
“Ya, itu bisa terjadi, tetapi kami tidak tahu kapan atau bagaimana itu akan benar-benar terjadi,” seperti dikutip Health.
Setelah isu ini meluas, Prof Reddy lantas memberi klarifikasi terkait istilah Covid-22 yang membuat cemas warga dunia soal Covid-22.
“Terdapat kebingungan terkait penggunaan istilah (Covid-22) yang saya gunakan dalam wawancara dengan Blick. Tidak akurat untuk menyebutnya sebagai Covid-22, karena nama dan istilah resmi penyakit yang diakibatkan SARS-CoV-2 adalah Covid-19,” kata Prof Reddy.
Lebih lanjut, ia meluruskan bahwa maksud pernyataan yang ia lontarkan dengan merujuk istilah Covid-22 adalah kemungkinan Covid-19 pada awal 2022 sekitar Januari hingga Maret bisa lebih buruk dari situasi di 2021.(ct7/sis)
Sumber: cnnindonesia