BeritaGaya Hidup

Di Balik Kejayaan Kopi Cianjur, Ada Kisah Pahit yang Terlupakan

“Petani Priangan yang biasanya berhuma dengan rotasi, dipaksa menetap dan wajib tanam kopi, menelantarkan tanaman kebutuhan mereka sendiri,” katanya.

Tidak hanya itu, petani juga harus menyerahkan hasil panennya dengan harga yang ditentukan oleh VOC.

“Satu keluarga dijatah tugas 1.000 batang kopi. Hasilnya harus dijual ke Belanda, lewat para bupati, dengan harga yang ditentukan VOC sendiri. Petani yang menolak, menghadapi risiko penjara dan aniaya,” tambahnya.

BACA JUGA: Kayapa Kopi, Kafe Work-Friendly dan Ramah Anak di Cianjur

Novel ini membawa pembaca ke desa Nyalindung, tempat Apun Gencay tumbuh dan menyaksikan ketidakadilan sosial di kebun kopi.

Tokoh Yudira hadir sebagai generasi muda yang berani melawan ketidakadilan, meski perjuangannya penuh dilema.

Saep Lukman, melalui narasinya yang liris, tidak hanya menampilkan sejarah kolonialisme dan sistem agraris, tetapi juga merefleksikan keberanian dan perjuangan rakyat kecil.

Peluncuran novel ini menjadi bagian dari program CIANJUR 1834 yang bertujuan mengangkat sejarah dan budaya Cianjur sepanjang tahun 2025.

Laman sebelumnya 1 2

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button