Di Balik Kejayaan Kopi Cianjur, Ada Kisah Pahit yang Terlupakan

CIANJURUPDATE.COMNovel Cinta, Kopi, dan Kekuasaan: Kesaksian Nyai Apun Gencay karya Saep Lukman menyingkap sejarah kopi Cianjur dari sisi yang jarang diungkap.

Dalam peluncuran novel ini di NFEEL Cafe Cianjur pada Jumat (14/2/2025), sutradara teater Heliana Sinaga menyoroti kekuatan naratif novel yang menggabungkan unsur sejarah dan fiksi secara sinematik.

“Izin ya, mungkin apa yang saya bilang ini bukanlah sejarah, tapi juga fiksi, mungkin fiksi, tapi juga sejarah,” ujar Heliana dalam diskusi tersebut.

Novel ini tidak hanya mengangkat kejayaan kopi Cianjur, tetapi juga menyelami sisi gelapnya.

Jurnalis dan aktivis lingkungan Tosca Santoso menyoroti bagaimana sistem tanam paksa Belanda yang didukung penguasa lokal menyebabkan penderitaan bagi petani Priangan.

BACA JUGA: Heliana Sinaga Apresiasi Novel “Cinta, Kopi, dan Kekuasaan: Kesaksian Nyai Apun Gencay” Karya Saep Lukman

“Sejarah kopi selalu merujuk pada kejayaan wilayah Cianjur sebagai salah satu pusat produksi kopi dunia pada abad ke-18. Namun, di balik nostalgia tersebut, ada kisah pahit yang jarang dikemukakan, seperti penderitaan petani Priangan akibat sistem tanam paksa yang diberlakukan Belanda dengan dukungan para penguasa lokal saat itu,” ujarnya.

Tosca menjelaskan bahwa petani dipaksa menanam kopi dengan sistem yang tidak adil.

Novel Cinta, Kopi, dan Kekuasaan: Kesaksian Nyai Apun Gencay karya Saep Lukman mendapat apresiasi dari sutradara teater terkemuka, Heliana Sinaga. Foto: Istimewa

“Petani Priangan yang biasanya berhuma dengan rotasi, dipaksa menetap dan wajib tanam kopi, menelantarkan tanaman kebutuhan mereka sendiri,” katanya.

Tidak hanya itu, petani juga harus menyerahkan hasil panennya dengan harga yang ditentukan oleh VOC.

“Satu keluarga dijatah tugas 1.000 batang kopi. Hasilnya harus dijual ke Belanda, lewat para bupati, dengan harga yang ditentukan VOC sendiri. Petani yang menolak, menghadapi risiko penjara dan aniaya,” tambahnya.

BACA JUGA: Kayapa Kopi, Kafe Work-Friendly dan Ramah Anak di Cianjur

Novel ini membawa pembaca ke desa Nyalindung, tempat Apun Gencay tumbuh dan menyaksikan ketidakadilan sosial di kebun kopi.

Tokoh Yudira hadir sebagai generasi muda yang berani melawan ketidakadilan, meski perjuangannya penuh dilema.

Saep Lukman, melalui narasinya yang liris, tidak hanya menampilkan sejarah kolonialisme dan sistem agraris, tetapi juga merefleksikan keberanian dan perjuangan rakyat kecil.

Peluncuran novel ini menjadi bagian dari program CIANJUR 1834 yang bertujuan mengangkat sejarah dan budaya Cianjur sepanjang tahun 2025.

Exit mobile version