Dinkes Jadi Biang Kerok Kegagalan Pembelian Rapid Test

CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – Masukan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Tresna Gumilar, kepada Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman, disebut menjadi penyebab kegagalan Cianjur memesan rapid test. Padahal Pemkab Cianjur sebelumnya sudah merencanakan pembelian 9.500 rapid test.

Hal itu diungkapkan Direktur Cianjur People Movement (Cepot), Ahmad Anwar. Ia menilai, masukan Kadinkes Cianjur kepada Plt Bupati Cianjur untuk menunda pembelian rapid test tersebut diindikasi berdasarkan sebuah pemberitaan. Isi berita tersebut menyebutkan bahwa WHO tak menyarankan deteksi kasus corona melalui rapid test.

“Apakah pemberitaan itu bisa menjadi dasar yang kuat? Lalu apakah Dinas Kesehatan Cianjur juga berkonsultasi terlebih dahulu ke daerah lain atau mungkin ke Pemprov Jabar?” kata pria yang akrab disapa Ebes ini, Selasa (28/4/2020).

“Ini aneh, daerah-daerah lain sudah gencar melakukan rapid test, bahkan gubernur berinisiatif melakukan pembelian sendiri. Kok Kadinkes Cianjur bisa menyimpulkan sendiri,” tanya Ebes.

Ia berharap, Kabupaten Cianjur yang saat ini berada di zona kuning jangan sampai meningkat ke zona merah. Maka dari itu, Dinkes harus bisa bertindak cepat dalam pencegahan penyebaran Covid-19.

Dinkes Cianjur, menurutnya tidak cukup mengkaji sendiri atau hanya bisa menyimpulkan dengan adanya pemberitaan saja. Tapi harus bisa melihat pergerakan daerah-daerah lain atau Pemprov Jabar.

“Jangan sampai gara-gara terlambat bertindak malah berdampak negatif. Jangan sampai mengkaji terus tapi jadi terlambat penanganannya, serta jangan pula harus menunggu ada korban terlebih dahulu baru bertindak,” tegasnya.

Ebes menilai kinerja Kadinkes Cianjur perlu dievaluasi. Ia juga meminta Plt Bupati Cianjur bertindak cepat dalam penegahan penyebaran Virus Covid-19.

Harus Hati-hati

Kepala Dinkes Kabupaten Cianjur, Tresna Gumilar, mengatakan pihaknya mengkaji terlebih dahulu sebelum melakukan pemesanan rapid test. Salah satunya karena akurasi rapid test dengan PCR berbeda.

“Kita harus hati-hati, jangan sampai niatnya bener untuk membeli rapid test tapi malah dianggap pemborosan karena akurasi rapid test dinilai rendah. Sementara saat ini kan yang dianggap akurasi tinggi itu menggunakan PCR. Intinya kita lagi mengkaji terlebih dahulu,” ujarnya.

Sebelumnya, pembelian rapid test rencananya diprioritaskan untuk Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Orang Tanpa Gejala (OTG), tenaga medis, dan sisanya untuk masyarakat.

“Rencana pembeliannya 28.000 rapid test dengan harga satuannya Rp200 ribu. Tapi sekali lagi saat ini kita harus mengkaji terlebih dahulu,” ujarnya.(*)

Exit mobile version