DMI Usul Shalat Jumat Digelar Dua Gelombang, MUI: Tak Setuju, Bikin Ribet!

CIANJURUPDATE.COM, Jakarta – Salah satu poin Surat Edaran Dewan Masjid Indonesia (DMI) terkait Shalat Jumat yang akan digelar dua gelombang, menuai banyak beragam komentar masyarakat.

Selain itu, DMI juga sudah mengimbau masyarakat untuk melakukan tata cara Shalat Jumat dengan dua gelombang ganjil genap berdasarkan nomor handphone jamaah.

Hal tersebut terdapat pada surat edaran tertanggal (16/6/2020) yang ditandatangani Ketua DMI, Jusuf Kalla.

Wakil Ketua DMI, Masdar Farid Masudi mengatakan, pemberlakuan tersebut tidak dipermasalahkan jika tempatnya tidak mencukupi akibat adanya sosial distancing.

“Tidak masalah jika memang tempatnya tidak mencukupi, dikarenakan harus jaga jarak (sosial distancing) di antara jemaah dalam era pandemi yang tengah melanda kita semua,” tuturnya.

Pada poin surat edaran DMI tertuang pemberlakuan dua gelombang pada Shalat Jumat yakni gelombang satu pukul 12.00 Wib untuk jemaah yang memiliki nomor handphone ujungnya genap.

Sedangkan gelombang dua, pukul 13.00 Wib untuk jemaah yang memiliki nomor handphone ganjil.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai, usulan Shalat Jumat dibagi dua gelombang berdasarkan ganjil-genap sesuai nomor handphone, sangat ribet dan tidak efektif.

“Tak setuju. Bikin ribet. Siapa yang akan mengontrol dan berapa jumlah petugas yang akan mengontrol nomor handphone jemaah,” kata Anwar Abbas saat dihubungi di Jakarta, Kamis (12/8/2021).

Anwar mengatakan, belum tentu semua jemaah yang datang ke masjid membawa handphone. “Kebijakan itu akan membuat susah banyak pihak saja kalau diterapkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, belum tentu juga semua jemaah yang akan Shalat Jumat tersebut mau diatur ganjil-genap berdasarkan nomor HP.

“Sejak awal, MUI juga tidak setuju Shalat Jumat di tengah pandemi Covid-19 ini dibagi dua gelombang,” sambungnya.

Sebab itu, lanjut Anwar, MUI meminta pengurus masjid atau masyarakat untuk membuat atau menambah tempat untuk pelaksanaan Shalat Jumat.

“Misalnya, Shalat Jumat di Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kalau memang masjidnya hanya diizinkan untuk menampung 25 persen jamaah, maka jemaah lain bisa menempati aula masjid atau halaman sekolah,” jelasnya.

Anwar menyampaikan, masyarakat bisa memanfaatkan tempat-tempat untuk dijadikan lokasi Shalat Jumat yang ada di dekat masjid, seperti sekolahan atau tempat lainnya.

“Paling penting pelaksanaan Shalat Jumat tersebut sesuai protokol kesehatan, ada jarak di antara shaf (barisan jemaah),” ungkapnya.

Terkait usulan DMI yang diketuai Jusuf Kalla, Anwar meminta supaya Shalat Jumat dibagi dua gelombang berdasarkan ganjil-genap sesuai nomor handphone tak usah untuk mengikuti seruan tersebut.

“Pak Jusuf Kalla itu kan politisi. Tidak ahli agama. Karena ada perintah dalam Al-Quran, kita diminta bersegera untuk melaksanakan Shalat Jumat ketika ada panggilan (adzan),” pungkasnya.(ct7/sis)

Sumber: Poskotajakarta

Exit mobile version