CIANJURUPDATE.COM – Wakil Ketua DPRD Cianjur, Deden Nasihin, mengungkapkan bahwa penegakan hukum terkait kawin kontrak menghadapi banyak kendala.
Salah satu hambatan utama adalah ketiadaan sanksi dalam Peraturan Bupati Kabupaten Cianjur Nomor 38 Tahun 2021.
Meskipun peraturan tersebut telah mengatur larangan kawin kontrak, ketiadaan sanksi yang jelas membuatnya tidak efektif.
Salah seorang pimpinan DPRD Cianjur ini menekankan pentingnya menyusun peraturan daerah (perda) yang memuat sanksi bagi pelaku kawin kontrak.
BACA JUGA: Kasus Kawin Kontrak Meningkat di Cianjur, Tapi Laporan ke P2TP2A Menurun
“Implementasi kebijakan publik sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang tepat dan sesuai dengan para agen pelaksanaannya,” ujar Deden usai sidang promosi Doktor di FISIP Program Pascasarjana Unpad, Bandung.
Selain itu, faktor sosial budaya juga menjadi penghalang penegakan aturan ini. Deden mengakui bahwa kurangnya dukungan masyarakat setempat memperparah masalah ini.
Sikap permisif terhadap praktik kawin kontrak masih banyak ditemukan di kalangan masyarakat Cipanas, Cianjur. Bahkan, praktik ini menjadi sumber mata pencarian bagi sebagian warga.
Faktor ekonomi juga berperan penting dalam maraknya kawin kontrak. Menurut Deden, banyak perempuan yang terlibat dalam kawin kontrak bukanlah satu-satunya pihak yang mendapat keuntungan.
BACA JUGA: P2TP2A Cianjur Minta Kawin Kontrak Harus Jadi Perhatian Serius
Ada juga agen, wali, dan penghulu yang turut diuntungkan secara ekonomi dari praktik ilegal ini.
“Faktor ekonomi memaksa para pelaku melakukan kawin kontrak sebagai solusi instan untuk mendapatkan uang,” katanya.
Deden menambahkan, berdasarkan penelitian, ada perempuan yang bisa melakukan kawin kontrak tiga kali dalam seminggu, menjadikan praktik ini lebih mirip prostitusi terselubung.
Pemerintah Cianjur telah berupaya menangani masalah ini dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Kawin Kontrak melalui Keputusan Bupati Cianjur Nomor 474.2/KEP.301-KESRA/2021.
BACA JUGA: MUI Cianjur Tegaskan Kawin Kontrak Haram, Nodai Nilai Agama
Namun, Bupati Cianjur Herman Suherman mengakui bahwa Peraturan Bupati soal larangan kawin kontrak belum maksimal dalam mencegah fenomena ini karena hanya bersifat imbauan tanpa sanksi.
“Kita memang sudah ada Perbup soal larangan kawin kontrak. Dan itu jadi dasar untuk antisipasi,” ujar Herman.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya belum bisa mengatur sanksi lantaran belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur kawin kontrak karena belum ada aturan di tingkat pusat.
Meskipun demikian, pemerintah setempat terus melakukan sosialisasi di setiap kecamatan untuk mencegah terjadinya kawin kontrak.
BACA JUGA: Kawin Kontrak Masih Marak di Cianjur, Bupati Prihatin
Herman menekankan bahwa praktik tersebut sangat merugikan perempuan karena tidak ada perlindungan hukum dari tindakan pasangan mereka.
“Sifat hubungan ini juga sementara. Jika mereka sampai memiliki anak dari kawin kontrak, itu akan menjadi beban karena pasangannya akan meninggalkan mereka setelah masa pernikahan selesai. Tidak ada nafkah,” jelas Herman.
Lebih lanjut, Herman menyebut bahwa banyak perempuan yang dijanjikan mobil atau rumah oleh pasangan mereka, namun kenyataannya hanya mendapatkan mobil sewaan atau rumah kontrakan.
Pasangan pria asing tersebut kemudian pulang begitu saja ke negara asalnya, meninggalkan perempuan tersebut tanpa perlindungan.
BACA JUGA: Libur Sekolah, Gadis Pelajar di Cianjur Jadi Korban Mucikari Kawin Kontrak
Kawin kontrak di Cianjur merupakan fenomena kompleks yang memerlukan penanganan serius dari berbagai pihak. Ketiadaan sanksi tegas, kondisi sosial budaya, dan tekanan ekonomi menjadi faktor utama yang membuat praktik ini tetap eksis.
Upaya pemerintah dalam membentuk Satgas dan melakukan sosialisasi perlu diperkuat dengan peraturan daerah yang memberikan sanksi tegas agar kawin kontrak dapat dihentikan dan perempuan tidak lagi menjadi korban.