Fahira Idris Dorong Hukuman Kebiri Kimia untuk Predator Seksual Anak 

CIANJURUPDATE.COMAktivis perempuan dan perlindungan anak, Fahira Idris, mengungkapkan harapannya agar pelaku kekerasan seksual terhadap belasan anak di Panti Asuhan Darussalam An-Nur, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten, dijatuhi hukuman tambahan berupa kebiri kimia selain hukuman pidana yang berat.

“Selain menghukum pidana seberat-beratnya, hakim harus menjatuhkan hukuman tambahan kebiri kimia, sesuai dengan undang-undang (UU) perlindungan anak,” ucap Fahira dilansir Kompas.com, Rabu (16/10/2024).

Belasan anak di Panti Asuhan Darussalam An-Nur diduga telah mengalami kekerasan seksual oleh pengurus dan pemilik panti asuhan tersebut.

Kekerasan ini diduga telah terjadi selama 18 tahun, dan jumlah korban kemungkinan besar akan bertambah.

Fahira menjelaskan bahwa para pelaku kekerasan seksual ini termasuk dalam kategori predator, mengingat korbannya lebih dari satu dan tindakan tersebut dilakukan secara berulang dalam jangka waktu yang panjang.

“Para predator telah memanfaatkan kelemahan anak-anak untuk menjalankan aksi biadabnya. Kejahatan seksual terhadap anak-anak adalah kejahatan luar biasa,” tegasnya.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta ini menegaskan bahwa predator seperti ini tidak layak berada di lingkungan masyarakat dan harus dipenjara selama-lamanya.

BACA JUGA: HMI Komisariat FH Unsur Gelar Diskusi Tematik untuk Perkuat Pemahaman Isu Gender dan Seksualitas

Ia menggarisbawahi pentingnya mengkategorikan kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa, yang membawa konsekuensi berupa sanksi hukuman maksimal bagi para predator anak, termasuk hukuman mati, seumur hidup, dan hukuman tambahan kebiri kimia.

Sebagai informasi, sanksi pidana berat, termasuk kebiri kimia bagi predator anak, telah diatur dalam UU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016, yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Teknis hukuman kebiri kimia juga diatur secara rinci dalam PP Nomor 70 Tahun 2020 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Selain memastikan pelaku dihukum berat, Fahira menekankan pentingnya kehadiran negara untuk menjamin hak-hak para korban.

“Kejahatan seksual berdampak fisik dan psikologis yang dapat terbawa hingga dewasa, sehingga kondisi fisik dan psikologis korban perlu dipulihkan agar mereka dapat menata kembali masa depannya,” imbuhnya.

Dalam penanganan korban, Fahira menyebutkan bahwa hak penting yang harus dipenuhi mencakup akses terhadap layanan hukum, seperti bantuan hukum, konsultasi, dan pendampingan hukum, serta penguatan psikologis.

Korban juga berhak atas layanan kesehatan yang mencakup pemeriksaan, tindakan, dan perawatan medis.

BACA JUGA: BEM FH Universitas Suryakancana Adakan Kajian untuk Mencegah dan Mengenali Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual

Fahira menjelaskan bahwa hak perlindungan utama meliputi hak untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman atau kekerasan, serta pencegahan kekerasan yang berulang.

Perlindungan juga mencakup hak atas kerahasiaan identitas korban.

“Untuk anak-anak yang menjadi korban, perlu dijamin pemulihannya, termasuk rehabilitasi medis, mental, sosial, fisik, psikologis, psikososial, dan mental spiritual. Pemenuhan hak ini adalah tanggung jawab negara,” tegas Fahira Idris.

Exit mobile version