Berita

Fakta-fakta Gugatan RCTI dan iNews Soal Siaran Live di Medsos

Mereka turut menyertakan guguatan mereka yang berbunyi: “Dengan demikian, berbagai macam layanan OTT khususnya yang masuk kategori konten/video on demand/streaming pada dasarnya juga memproduksi konten-konten siaran, sehingga seharusnya masuk ke dalam rezim penyiaran. Hanya perbedaannya dengan aktivitas penyiaran konvensional terletak pada metode pemancarluasan/penyebarluasan yang digunakan,” tulis gugatan tersebut.

Menurut keduanya apa yang tertulis dalam Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran, sangat membingungkan dan berakibat pada ketidakpastian hukum. Dalam Pasal 1 angka 22 UU Penyiaran tertulis:

“Penyiaran adalah (kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran.”

Pernyataan ini yang membuat tidak adanya kepastian hukum penyiaran. Misalnya terkait penggunaan internet seperti layanan OTT a quo yang masuk ke dalam definisi penyiaran.

“Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Penyiaran atau tidak, telah menyebabkan sampai saat ini penyiaran yang menggunakan internet, seperti layanan OTT tidak terikat dengan Undang-Undang Penyiaran,” kata kuasa hukum pemohon, Imam Nasef, dalam sidang pendahuluan yang digelar pada Senin (22/6/2020) di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button