Guru di Cianjur Tidak Setuju Sekolah Libur Selama Ramadan, Ini Alasannya

CIANJURUPDATE.COMSejumlah guru di Kabupaten Cianjur mengaku tidak setuju dengan adanya usulan sekolah libur penuh selama bulan Ramadan.

Seperti yang kita ketahui, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tengah menggodok kebijakan terkait usulan tersebut.

Kemendikdasmen pun mendapat tiga usulan berdasarkan suara masyarakat, pertama libur sepenuhnya, kedua libur sebagian, ketiga tidak libur sama sekali.

Akan tetapi, pro kontra pun muncul dalam usulan tersebut. Tak terkecuali dari beberapa guru di Cianjur yang menganggap kebijakan tersebut tidak akan berjalan baik.

Siti Nurlaela (24) salah satunya. Pengajar di SMP Al-Bahjah Cianjur ini menjelaskan, susulan sekolah libur penuh selama Ramadan perlu dipertimbangkan kembali.

“Mengingat, tidak semua orang tua bisa mendampingi anak selama di rumah karena ada kesibukan kerja dan lain-lain,” kata dia kepada Cianjur Update, Rabu (15/1/2025).

Guru Seni Budaya ini memberikan usulan, sekolah lebih baik diarahkan pada kegiatan yang fokus pada agama dan pendidikan karakter selama Ramadan.

“Jadi, bukan libur dari sekolah, hanya saja dialihkan ke pembelajaran keagamaan yang tetap dibawah pengawasan sekolah,” ujar dia.

BACA JUGA: Mendikdasmen Bahas Keputusan Libur Sekolah Selama Ramadhan, Libatkan Lintas Kementerian

Terkait tiga usulan yang digodok Kemendikdasmen, Siti menyebut, selama Ramadan sekolah lebih baik libur sebagian waktu karena dinilai lebih efektif.

“Pihak sekolah dan orang tua bisa sama-sama mengambil peran dalam mendampingi anak selama Ramadan,” ucap dia.

Selain itu, kata dia, libur sebagian waktu selama Ramadan bisa meningkatkan kreativitas dan kepekaan anak.

“Sebagian bisa digunakan berkegiatan di rumah untuk masa anak mengaplikasikan yang telah sekolah bekali,” ucap dia.

Lulusan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini berpendapat, tantangan pendidik di zaman sekarang tidak jauh berbeda. Menurutnya, anak-anak memang selalu tidak mau dikekang.

“Makanya, ketika banyaknya tugas sekolah mereka merasa itu perintah, bukan tuntunan. Mereka lebih suka dijadikan teman daripada dijadikan anak didikan,” ujar Siti.

Jadi, ujar Siti, untuk kegiatan harus lebih menerapkan pembelajaran yang mengajak bukan hanya menugaskan,” kata dia.

Kegiatan Ramadan di masa lalu, kata dia, sebetulnya masih bisa diaplikasikan. Namun, caranya yang perlu diperaharui.

BACA JUGA: Komisi 1 DPRD Cianjur Apresiasi Program PTSL, Lukmanul Hakim: Harus Bisa Bantu Masyarakat

Siti berpendapat, kegiatan dari sekolah jangan hanya menuntut siswa untuk mengerjakan atau menghasilkan tugas.

“Tapi, pihak sekolah, guru, dan orang tua harus bisa terlibat sebagai penuntun dan pemberi contoh  pada anak untuk bukan hanya mengerjakan tetapi menghasilkan karya dan membentuk karakter positif,” tegas dia.

Siti berharap, pemerintah bisa lebih selektif dalam memberikan putusan. Lebih baik, kata dia, diobservasi dulu baik dan buruknya.

“Agar baiknya bisa diaplikasikan, buruknya bisa hilang dengan dimunculkan kemungkinan buruk berbarengan dengan antisipasinya,” tutup dia.

Hal senada disampaikan Shidqi Wa’dillah (24). Pengajar SMP  IT As-Syauqie Cianjur ini menilai, usulan meliburkan sekolah selama Ramadan memang bagus, tapi harus ada kegiatan yang menggantikan kegiatan di sekolah.

“Karena kalau full libur dan tidak ada kegiatan penggantinya, bisa jadi malah menjadikan siswa bermalas-malasan, bermain gadget tanpa batasan, dan lain-lain,” kata dia.

Shidqi menilai, dari sudut pandang lain, banyak sekolah yang mungkin jadi sumber penghasilan para guru honorer yang ketika diliburkan, akan menjadi petaka baru.

“Jika diliburkan, takutnya menjadi bahan keluh kesah karena mungkin tidak mendapatkan honornya. Simpenya, sekolah libur sama dengan pendapatan tidak ada,” tegas dia.

BACA JUGA: Lima Sekolah di Cianjur Mulai Jalankan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG)

Sama seperti Siti Nurlaela, Shidqi juga menilai, usulan meliburkan sekolah sebagian waktu selama Ramadan adalah usulan terbaik.

“Siswa sekarang berbeda dengan yang dulu, dari segi kebiasaan, perilaku dan lain-lain. Takutnya, adanya libur penuh menjadi kesempatan untuk malas-malasan dengan gadget di rumah,” ucap Shidqi.

Jika libur sebagian waktu, kata dia, siswa tetap ada yang mengawasi. Siswa pun akan tetap beraktivitas, bertemu teman-temannya, dan lain-lain.

Guru IPA ini menyebut, tantangan guru zaman sekarang adalah dalam membentuk akhlak dan karakter siswa.

“Aktivitas Ramadan seperti zaman dulu bisa saja dilakukan, mungkin dengan kebijakan yang sesuai dengan keadaan siswa zaman sekarang,” ucap dia.

Dengan adanya usulan ini, Shidqi berharap pemerintah bisa memberikan keputusan yang baik untuk sekolah dan para siswa.

“Lebih memperbanyak program Ramadan aja biar berkah ke guru dan siswa,” tutup dia.

Exit mobile version