CIANJURUPDATE.COM – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa deflasi yang terjadi di Indonesia selama lima bulan berturut-turut disebabkan oleh harga pangan yang terlalu murah.
Menurutnya, masalah deflasi ini berbeda dengan inflasi, di mana pemerintah dapat melakukan intervensi langsung melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Zulkifli Hasan, yang akrab disapa Zulhas, menjelaskan bahwa saat inflasi terjadi, pemerintah dapat segera mengambil tindakan dengan melibatkan bupati, wali kota, dan memanfaatkan APBD.
Namun, dalam situasi deflasi, terutama yang disebabkan oleh harga pangan yang terlalu murah, solusi tersebut belum tersedia.
“Saat inflasi terjadi, kita bisa atasi dengan cepat karena ada dukungan dari pemerintah daerah dan anggaran. Namun, untuk situasi di mana harga pangan terlalu murah, kita belum memiliki mekanisme untuk mengatasinya,” ujar Zulhas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024).
BACA JUGA: Indonesia Deflasi Lima Bulan Berturut-turut, Mirip Krisis 1998
Harga Pangan Terjun Bebas, Petani Terancam Rugi
Zulhas memberikan contoh konkret mengenai harga pangan yang mengalami penurunan drastis.
Salah satu contohnya adalah harga cabai, yang hanya mencapai Rp 15.000 per kilogram, jauh di bawah harga patokan pemerintah sebesar Rp 40.000 per kilogram.
Ia juga menambahkan bahwa harga telur turun menjadi Rp 24.000 per kilogram, di bawah patokan yang ditetapkan sebesar Rp 28.000 per kilogram.
Penurunan harga ini berisiko menyebabkan kerugian besar bagi para petani.
“Kalau saya bilang terlalu murah, mungkin saya akan dikritik. Namun faktanya, harga cabai yang seharusnya Rp 40.000 hanya Rp 15.000 di pasaran. Hal ini bisa membuat petani bangkrut,” jelas Zulhas.
BACA JUGA: Harga Pertalite Tak Sesuai Realitas, Ternyata Lebih dari Rp 10.000 per Liter
Peralihan Musim Pengaruhi Harga Pangan
Mendag juga menyebutkan bahwa turunnya harga pangan dipengaruhi oleh peralihan musim dari kemarau ke musim hujan.
Beberapa komoditas seperti cabai dan bawang menjadi rentan saat musim hujan karena lebih mudah membusuk, sehingga pasokan melimpah dan harga turun drastis.
“Saat saya keliling pasar, saya melihat peralihan musim ini berdampak pada panen yang melimpah. Namun, hujan berlebih membuat bahan pangan seperti cabai dan bawang lebih mudah rusak, sehingga suplainya berlebihan,” ujar Zulhas.
BACA JUGA: Harga BBM Turun, Pertamina, Shell, BP-AKR, dan Vivo Kompak Sesuaikan Harga
Kajian Lebih Lanjut untuk Tentukan Penyebab Deflasi
Terkait deflasi yang terjadi, Zulhas menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan apakah penurunan harga ini disebabkan oleh suplai yang melimpah atau daya beli masyarakat yang menurun.
“Kita akan lihat apakah harga yang terlalu murah ini disebabkan oleh suplai yang berlimpah atau daya beli masyarakat yang menurun. Kajian mendalam perlu dilakukan untuk memahaminya lebih baik,” tutupnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12 persen pada September 2024.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa meskipun deflasi terjadi selama lima bulan berturut-turut, inflasi tahunan pada September 2024 tercatat sebesar 1,84 persen, turun dari 2,12 persen pada bulan sebelumnya.
Perkembangan ini menjadi perhatian penting pemerintah dalam mengelola stabilitas harga pangan dan menjaga keseimbangan antara suplai dan permintaan di pasar.