CIANJURUPDATE.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap, sebanyak 86 persen koruptor yang ditangkap lembaga antirasuah itu berasal dari alumni perguruan tinggi, bahkan di atas S-1.
Hal tersebut terungkap saat KPK mengisi kuliah umum secara daring dan luring di Universitas Jember (Unej), Kabupaten Jember, Jawa Timur.
“Ada data yang menunjukkan 86 persen koruptor yang ditangkap KPK adalah lulusan perguruan tinggi, tentu itu ironis sekali,” ujar Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengutip Antara, Minggu (24/10/2021).
Selain itu, ia menyebut, ada sebanyak 739 kasus penyuapan telah ditangani KPK sejak 2004 hingga Mei 2021.
“Berdasarkan data 2004 hingga Mei 2021 tercatat, sebanyak 739 kasus penyuapan yang ditangani KPK, kemudian terbanyak kedua yakni pengadaan barang dan jasa sebanyak 236 perkara,” lanjutnya.
Sedangkan penyalahgunaan anggaran sebanyak 50 perkara, tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebanyak 38 perkara, pungutan sebanyak 26 perkara, perizinan sebanyak 23 perkara, dan 10 perkara merintangi proses KPK.
“Berdasarkan profesi, tercatat terbanyak dari pihak swasta atau pelaku usaha yang melakukan tindak pidana korupsi sebanyak 343 orang dan terbanyak kedua yakni dari anggota DPR/DPRD sebanyak 282 orang,” bebernya.
Melihat 86 persen koruptor merupakan lulusan perguruan tinggi, Ghufron pun menegaskan, pentingnya menjaga integritas dunia pendidikan, termasuk kampus sebagai lembaga yang mencetak intelektual.
“Jika dunia pendidikan gagal mencetak lulusan yang berintegritas, potensi tindak pidana korupsi akan terus muncul,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, perguruan tinggi wajib mencetak lulusan yang berintegritas, melalui tiga langkah, yakni memperbaiki tata nilai, tata kelola, dan tata kesejahteraan.
“Pada sisi tata nilai, dunia pendidikan sangat berperan. Nilai-nilai kejujuran harus diajarkan sedari dini kepada anak didik,” ucap mantan Dekan FH Unej itu.
Ia menjelaskan bahwa program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang kini digalakkan Mendikbudristek, jangan hanya ditekankan pada link and match dengan industri semata.
Selain itu, harus juga pada usaha bagaimana agar lulusan perguruan tinggi menjadi kader-kader antikorupsi.
“Oleh karena itu, KPK bekerja sama dengan dunia perguruan tinggi, salah satunya dengan Unej. Kami juga membangun sistem tata kelola yang baik dan bersinergi dengan lembaga lain guna merumuskan tata kesejahteraan yang adil berlandaskan profesionalisme,” ungkapnya.
Ghufron mengingatkan kepada keluarga besar Universitas Jember, agar tetap mewaspadai potensi tindak pidana korupsi yang bisa muncul di mana saja, termasuk di dunia pendidikan.
Menurutnya, data dari Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) KPK 2020 terungkap, ternyata 80 persen orang tua siswa memberikan hadiah bagi guru setelah proses kenaikan kelas di sekolah.
Begitu pula, pada saat mahasiswa ujian akhir, mahasiswa membawa konsumsi bagi dosen penguji.
“Itu kebiasaan yang jika dibiarkan bakal menjadi budaya gratifikasi yang tergolong korupsi, walau mungkin niatnya untuk berterima kasih. Saat saya menjadi Dekan Fakultas Hukum Unej, kebiasaan itu saya larang,” tuturnya.
Selain memberikan kuliah umum, ia juga menandatangani nota kesepahaman atau MoU antara KPK dan Universitas Jember.
Rektor Unej, Iwan Taruna menjelaskan, bahwa MoU dengan KPK akan memberikan banyak manfaat bagi kedua belah pihak.
Karena, bagi kampus Unej, KPK akan ikut aktif mengawasi pelaksanaan tata kelola perguruan tinggi yang baik. Mulai tata kelola keuangan, tata kelola barang milik negara, hingga penerimaan mahasiswa dan pegawai.
“Sementara itu, para pakar di berbagai bidang di Universitas Jember bisa membantu tugas dan program KPK,” tandasnya.(sis)
Sumber: Antara