Jika Revisi UU Pemilu Dihentikan, Maka Pilkada Serentak Tetap Dilaksanakan Tahun 2024
![](/wp-content/uploads/2021/02/IMG-20210201-WA0040-762x470.jpg)
Semua partai politik, dalam hal ini anggota DPR memiliki pertimbangan dan argumentasinya masing-masing. Termasuk dengan eksekutif yang menjadi pelaksana Undang-undang telah memberikan sinyal serta masukannya terkait RUU Pemilu yang sedang dibahas tersebut. Dan dari perkembangan yang muncul, kini malah beredar informasi bahwa beberapa suara di DPR RI, terutama beberapa partai politik pendukung pemerintah lebih menginginkan untuk tidak adanya Pilkada Serentak Tahun 2022 dan 2023.
Dengan begitu lebih cenderung merasa bahwa Undang-Undang Pemilu tersebut belum waktunya untuk direvisi. Argumentasi yang sering kali muncul kepermukaan mengenai penolakan melanjutkan pembahasan RUU Pemilu adalah mengingat Undang-Undang Pemilu maupun Pilkada yang saat ini masih berlaku dibuat dalam waktu yang belum lama bahkan belum dilaksanakan tahapannya secara keseluruhan sehingga dianggap belum tepat untuk dievaluasi atau direvisi kembali, termasuk dengan alasan Pemerintah harus lebih fokus pada upaya menghadapi Pandemi Covid-19.
Argumentasi alasan atau pernyataan dari berbagai Anggota DPR RI terkait sikapnya tersebut tentu bisa ditafsirkan berbeda oleh berbagai kalangan tertentu tergantung sudut pandang serta referensi yang dimilikinya. Namun jika kita merujuk pada Teori Dramaturgi (Goffman) bahwa kondisi perbedaan pendapat ini kadang ibarat sebuah panggung teater, interaksi sosial yang mirip pertunjukan drama, yang menampilkan peran berbeda.
Dalam memainkan peran menggunakan bahasa verbal dan perilaku non-verbal serta mengenakan atribut tertentu. Sehingga ada kondisi interaksi dipanggung depan (Front Stage) dan ada di panggung belakang yang tidak bisa semua orang lihat atau pahami karena memang sengaja tidak ditampilkan. Namun hal tersebut mengisyaratkan bahwa jika RUU Pemilu tersebut ditunda pembahasannya, maka Pilkada serentak akan tetap dilaksanakan pada Tahun 2024.