Oleh: M. Herry Wirawan, SE., M.Si.
(Direktur Eksekutif, Jejaring Suara Publik)
SUDAH nampak terlihat bagaimana perkembangan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang dibahas di DPR RI mengalami dinamika yang luar biasa. Dari mulai berbagai rekomendasi opsi yang disampaikan oleh Badan Keahlian DPR RI, lalu masuk ke tahap pembahasan di Komisi II DPR RI, dan saat ini sudah dilimpahkan pembahasannya di Badan Legislasi DPR RI, yang mana RUU Pemilu ini memang menjadi Prolegnas 2021 sebagai RUU yang memiliki prioritas yang tinggi untung segera diselesaikan.
RUU Pemilu ini merupakan upaya untuk menggabungkan atau merevisi UU sebelumnya yaitu UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sehingga ada upaya penyempurnaan dari regulasi sebelumnya agar upaya Pemilu serentak bisa berjalan lebih baik. Mengingat dalam perjalanan sebelumnya sudah ada penyempurnaan UU tersebut melalui putusan MK yang telah dikabulkan. Sejauh ini sudah ada 7 Putusan MK yang dikabulkan terkait UU Pemilu dan ada 6 Putusan MK yang dikabulkan terkait UU Pilkada. Begitupun dalam proses Pileg dan Pilpres tahun 2019 yang lalu dianggap sangat menguras energi bahkan dikabarkan menelan banyak “korban” sampai 894 petugas penyelenggara Pemilu meninggal dan 5.175 sakit karena kelelahan.
Dalam pembahasannya, tentu ada banyak point dan isu-isu strategis yang muncul dan senantiasa terjadi tarik menarik kepentingan dari partai politik seperti pasal-pasal yang berkaitan dengan Ambang Batas DPR/Parliamentary Threshold, Presidential Threshold, Sistem Proporsional Terbuka/Tertutup, Pembagian Wilayah Dapil, Tahapan Pelaksanaan Pilkada, Pileg, Pilpres, dll. Dan dari berbagai penyempurnaan dan masukan saran terkait RUU Pilkada tersebut, kini Draf RUU Pilkada sudah nampak terlihat jelas dan mencantumkan berbagai hal baru yang tidak dibahas di peraturan sebelumnya. Seperti adanya aturan larangan Nyapres-Nyaleg bagi Eks HTI, jadwal Pilkada tahun 2022 dan 2023 lalu serentak seluruh Indonesia tahun 2027, Penambahan ambang Batas DPR RI menjadi 5 persen, adanya ambang batas untuk DPRD Provinsi dan DPRD kab/kota, adanya istilah Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah.
Semua partai politik, dalam hal ini anggota DPR memiliki pertimbangan dan argumentasinya masing-masing. Termasuk dengan eksekutif yang menjadi pelaksana Undang-undang telah memberikan sinyal serta masukannya terkait RUU Pemilu yang sedang dibahas tersebut. Dan dari perkembangan yang muncul, kini malah beredar informasi bahwa beberapa suara di DPR RI, terutama beberapa partai politik pendukung pemerintah lebih menginginkan untuk tidak adanya Pilkada Serentak Tahun 2022 dan 2023.
Dengan begitu lebih cenderung merasa bahwa Undang-Undang Pemilu tersebut belum waktunya untuk direvisi. Argumentasi yang sering kali muncul kepermukaan mengenai penolakan melanjutkan pembahasan RUU Pemilu adalah mengingat Undang-Undang Pemilu maupun Pilkada yang saat ini masih berlaku dibuat dalam waktu yang belum lama bahkan belum dilaksanakan tahapannya secara keseluruhan sehingga dianggap belum tepat untuk dievaluasi atau direvisi kembali, termasuk dengan alasan Pemerintah harus lebih fokus pada upaya menghadapi Pandemi Covid-19.
Argumentasi alasan atau pernyataan dari berbagai Anggota DPR RI terkait sikapnya tersebut tentu bisa ditafsirkan berbeda oleh berbagai kalangan tertentu tergantung sudut pandang serta referensi yang dimilikinya. Namun jika kita merujuk pada Teori Dramaturgi (Goffman) bahwa kondisi perbedaan pendapat ini kadang ibarat sebuah panggung teater, interaksi sosial yang mirip pertunjukan drama, yang menampilkan peran berbeda.
Dalam memainkan peran menggunakan bahasa verbal dan perilaku non-verbal serta mengenakan atribut tertentu. Sehingga ada kondisi interaksi dipanggung depan (Front Stage) dan ada di panggung belakang yang tidak bisa semua orang lihat atau pahami karena memang sengaja tidak ditampilkan. Namun hal tersebut mengisyaratkan bahwa jika RUU Pemilu tersebut ditunda pembahasannya, maka Pilkada serentak akan tetap dilaksanakan pada Tahun 2024.
Sedangkan untuk mengisi jabatan yang kosong karena tidak diselenggarakannya Pilkada pada 2022 dan 2023 maka dapat mengangkat Pj Gubernur oleh Presiden dan Pj, Bupati serta Pj Walikota oleh Gubernur berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Hal tersebut berdasarkan pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Bunyi Pasal 201 ayat (9):
“Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.”
Merujuk pada ketentuan tersebut dan berdasarkan jumlah kepala daerah yang akan habis masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023, maka akan ada 272 kepala daerah yang kepemimpinannya diisi oleh Penjabat (Pj) Kepala Daerah. Itu artinya, dari total kepala daerah yang berjumlah 548 orang yang terdiri dari 34 Gubernur, dan 514 bupati/walikota, hampir setengahnya akan yang ditentukan oleh Presiden dan Menteri Dalam Negeri. Lama masa jabatan mereka bervariasi, tergantung masa akhir jabatan kepala daerah masing-masing, akan tetapi rata-rata mereka menjabat lebih dari 20 bulan dalam rentang tahun 2022 s.d 2024 atau sampai pilkada 2024 dilaksanakan yang berdasarkan UU di atas akan dilaksanakan pada November 2024 (pasal 201 ayat 8).
Bunyi Pasal 201 ayat (9):
“Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”.
Berikut 101 daerah yang kepala daerahnya berakhir pada Tahun 2022, terdiri dari 7 Provinsi, 76 Kabupaten, dan 18 Kota, yaitu:
7 Provinsi yang akan diisi oleh Pj Gubernur yang diangkat dan dilantik oleh Presiden:
Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten
Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.
76 Kabupaten yang akan diisi oleh Pj Bupati berdasarkan SK Mendagri yang dilantik oleh Gubernur:
Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Jaya, Bener Meriah, Pidie, Simeulue, Aceh Singkil, Bireuen, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Tengah, Aceh Tamiang, Tapanuli Tengah, Kepulauan Mentawai, Kampar, Muaro Jambi, Sarolangun, Tebo, Musi Banyuasin, Bengkulu Tengah,
Tulang Bawang Barat, Pringsewu, Mesuji, Lampung Barat, Tulang Bawang, Bekasi, Banjarnegara, Batang, Jepara, Pati, Cilacap, Brebes, Kulon Progo, Buleleng, Flores Timur, Lembata, Landak, Barito Selatan, Kota Waringin Barat, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala, Bolaang Mongondow, Kepulauan Sangihe, Bangai Kepulauan, Buol, Takalar, Muna Barat, Buton Selatan, Buton Tengah, Bombana, Kolaka Utara, Buton, Boalemo, Seram Bagian Barat, Buru, Maluku Tenggara Barat, Maluku Tengah, Pulau Morotai, Halmahera Tengah, Nduga, Lanny Jaya, Sarmi, Mappi, Tolikara, Kepulauan Yapen, Jayapura, Intan Jaya, Puncak Jaya, Dogiyai, Tambrauw, Maybrat, dan Sorong.
18 Kota yang akan di isi oleh Pj Walikota berdasarkan SK Mendagri yang dilantik oleh Gubernur:
Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, Sabang, Tebingtinggi, Payakumbuh, Pekanbaru, Cimahi, Tasikmalaya, Salatiga, Yogyakarta, Batu, Kupang, Singkawang, Kendari, Ambon, Jayapura, dan Sorong.
Adapun untuk 2023, yang masa akhir jabatannya habis, terdiri dari 171 daerah terdiri dari 17 provinsi, 115 Kabupaten, dan 39 kota, yaitu:
Berikut 171 daerah yang mengikuti Pilkada 2018:
17 Provinsi, yang akan diisi oleh Pj Gubernur yang dilantik oleh Presiden:
Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Maluku Utara.
115 Kabupaten yang akan diisi oleh Pj Bupati berdasarkan SK Mendagri yang dilantik oleh Gubernur:
Kab Aceh Selatan, Kab Pidie Jaya, Kab Padang Lawas Utara, Kab Batu Bara, Kab Padang Lawas, Kab Langkat, Kab Deli Serdang, Kab Tapanuli Utara, Kab Dairi, Kab Indragiri Hilir, Kab Merangin, Kab Kerinci, Kab Muara Enim, Kab Empat Lawang, Kab Banyuasin, Kab Lahat, Kab Ogan Komering Ilir, Kab Tanggamus, Kab Lampung Utara, Kab Bangka, Kab Belitung, Kab Purwakarta, Kab Bandung Barat, Kab Sumedang, Kab Kuningan, Kab Majalengka, Kab Subang, Kab Bogor, Kab Garut, Kab Cirebon, Kab Ciamis, Kab Banyumas, Kab Temanggung, Kab Kudus, Kab Karanganyar, Kab Tegal, Kab Magelang, Kab Probolinggo, Kab Sampang, Kab Bangkalan, Kab Bojonegoro, Kab Nganjuk, Kab Pamekasan, Kab Tulungagung, Kab Pasuruan, Kab Magetan, dan Kab Madiun.
Kab Lumajang, Kab Bondowoso, Kab Jombang, Kab Tangerang, Kab Lebak, Kab Gianyar, Kab Klungkung, Kab Lombok Timur, Kab Lombok Barat, Kab Sikka, Kab Sumba Tengah, Kab Nagekeo, Kab Rote Ndao, Kab Manggarai Timur, Kab Timor Tengah Selatan, Kab Alor, Kab Kupang, Kab Ende, Kab Sumba Barat Daya, Kab Kayong Utara, Kab Sanggau, Kab Kubu Raya, Kab Pontianak, Kab Kapuas, Kab Sukamara, Kab Lamandau, Kab Seruyan, Kab Katingan, Kab Pulang Pisau, Kab Murung Raya, Kab Barito Timur, Kab Barito Utara, Kab Gunung Mas, Kab Barito Kuala, Kab Tapin, Kab Hulu, Sungai Selatan, Kab Tanah Laut, Kab Tabalong, Kab Panajam Pasut, Kab Minahasa, Kab Bolmong Utara, Kab Sitaro, Kab Minahasa Tenggara, Kab Kep Talaud, Kab Morowali, Kab Parigi Moutong, Kab Donggala, Kab Bone, Kab Sinjai, Kab Bantaeng, Kab Enrekang, Kab Sidereng Rappang, Kab Jeneponto, Kab Wajo, Kab Luwu, Kab Pinrang, Kab Kolaka, Kab Gorontalo Utara, Kab Mamasa, Kab Polewali Mandar, Kab Maluku Tenggara, Kab Membramo Tengah, Kab Paniai, Kab Puncak, Kab Deiyai, Kab Jayawijaya, Kab Biak Numfor, dan Kab Mimika.
39 Kota yang akan diisi oleh Pj Walikota berdasarkan SK Mendagri yang dilantik oleh Gubernur:
Kota Serang, Kota Tangerang, Kota Bengkulu, Kota Gorontalo, Kota Jambi, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Banjar, Kota Bogor, Kota Tegal, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota Probolinggo, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Pontianak, Kota Palangkaraya, Kota Tarakan, Kota Pangkal Pinang, Kota Tanjung Pinang, Kota Tual, Kota Subulussalam, Kota Bima, Kota Palopo, Kota Parepare, Kota Makassar, Kota Bau-bau, Kota Kotamobagu, Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota Pariaman, Kota Padang, Kota Lubuklinggau, Kota Pagar Alam, Kota Prabumulih, Kota Palembang, dan Padang Sidempuan.
(*)