CIANJURUPDATE.COM – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur mencatat ada 30.849 orang yang terjangkit HIV/AIDS. Mirisnya, data kasus baru meningkat dari 271 orang di 2023 menjadi 281 pada 2024. Lebih mencengangkan lagi, kelompok lelaki suka lelaki (LSL) atau gay mendominasi data tersebut.
Berdasarkan pernyataan Kepala Dinkes Cianjur dr Yusman Faisal, kasus baru pada 2024 mencapai 103 orang laki-laki dan 178 orang perempuan termasuk pekerja seks komersial. Angka ini merupakan sebuah peringatan untuk Kabupaten Cianjur tentang sosialisasi pencegahan pergaulan bebas di masyarakat sedang tidak baik-baik saja.
Masalah ini tidak sederhana. Ini menyangkut nama baik Cianjur sebagai Kota Santri, juga kelangsungan masa depan generasi muda dan masyarakat secara umum. Terlebih, dengan adanya peningkatan kasus baru, menandakan bahwa ada kegagalan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur dalam menangani hal ini.
Pemkab Cianjur harus mulai bergerak lebih dari sekadar sosialisasi kepada masyarakat. Pendekatan yang lebih komprehensif, inklusif, dan efektif diperlukan untuk mencegah masalah ini terus berlanjut. Jika tidak, akan menjadi bom waktu yang menghancurkan banyak orang, apalagi anak-anak muda kita.
BACA JUGA: Kasus HIV/AIDS di Cianjur Melonjak, Mayoritas Homoseksual Capai Ratusan Pengidap
Dalam hal ini, peningkatan kasus HIV/AIDS di kalangan gay di Cianjur menjadi masalah baru yang berbeda dengan pekerja seks komersial. Apabila berbicara tentang pekerja seks, tentu akan lebih panjang lagi tulisan ini dengan regulasi legal atau tidaknya pekerjaan itu.
Soal kalangan LSL atau gay, faktor sosial dan budaya menjadi salah satu yang paling berperan. Berbeda dengan pekerja seks yang notabene dikenal sebagai “profesi”, kalangan gay dikenal sebagai bentuk penyimpangan. Walaupun menjadi seorang pekerja seks juga adalah perilaku yang menyimpang.
Penyimpangan-penyimpangan ini memang sulit diatasi pemerintah. Sebab, dari tahun ke tahun, narasi yang kita dengar dari pemerintah hanya sekadar sosialisasi dan edukasi yang tidak inklusif dan hanya menyasar sebagian kecil kelompok masyarakat. Hal ini akan membuat pesan yang ingin disampaikan, tidak sampai pada sasaran.
Dinkes Cianjur memang bekerja sama dengan salah satu LSM untuk bisa melakukan pendekatan dengan kelompok LSL atau gay. Langkah ini patut diapresiasi sebagai upaya pencegahan dan pengobatan untuk kalangan yang sudah menjadi LSL.
BACA JUGA: Satu DPO Pelaku Kejar-kejaran Maut Suroso Cianjur Menyerahkan Diri ke Polisi
Tapi, bagaimana dengan mereka yang belum masuk ke dalam komunitas LSL? Banyak anak muda yang merasa dikucilkan dan malah merasa dianggap ketika masuk ke komunitas gay. Pencegahan dini saat ini perlu dilakukan karena awal mula komunitas LSL ini muncul, jelas dari anak muda.
Saya kesulitan dalam mencari contoh kebijakan dari daerah lain atau negara lain, sebab metode yang mereka lakukan tetap sama yaitu sosialisasi. Apalagi di beberapa negara lain, seperti Eropa, Amerika, bahkan Asia, ada yang melegalkan LGBT. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk menyelesaikan masalah HIV/AIDS.
Pemkab Cianjru sudah harus bergerak lebih dengan adanya peningkatan kasus. Meningkatkan akses ke layanan kesehatan khusus HIV/AIDS diperlukan bagi mereka. Sebab, terkadang, mereka yang terjangkit menganggap penyakitnya adalah aib sehingga malu untuk bersosialisasi dan berobat.
Edukasi efektif sejak dini perlu dilakukan. Pemerintah harus segera menyasar sekolah-sekolah mulai dari tingkatan SD. Tidak hanya sosialisasi terhadap siswa dan guru, tetapi juga orang tua sebagai bagian vital dalam pendidikan anak di rumah. Mengingat, banyak orang tua yang tidak aware dengan adanya tanda-tanda penyimpangan yang ada pada anak.
Anggaran pengobatan dan pendampingan harus menjadi perhatian serius. Tidak sedikit juga mereka yang ingin bertobat dan sembuh kesulitan mendapatkan pengobatan dan pendampingan. Ditambah, pendekatan inklusif ke semua kalangan harus dilakukan, tidak hanya menyasar komunitas tertentu dengan intensitas yang sangat rendah.
Pemkab Cianjur bisa bekerja sama dengan media massa, untuk memberikan sosialisasi yang lebih meluas. Jangan sampai, sosialisasi seperti ini hanya dilakukan oleh influencer, penulis, dan content creator. Pemerintah harus kreatif dalam meramu program dengan mengedepankan kepentingan masyarakat secara umum.
Sosialisasi yang dilakukan dengan cara yang buruk dan tidak inklusif hanya membuang anggaran. Jangan hanya karena anggaran sedikit dan ingin ada surplus untuk masuk ke kantong pejabat, program yang harusnya bisa maksimal malah melempem dan tidak efektif.
Masyarakat juga harus melek terhadap bahaya pergaulan bebas, seks bebas, dan perilaku LSL. Bukan karena melanggar Human Rights seperti yang dikatakan orang Amerika, tetapi mencegah penyakit yang bisa menghilangkan nyawa. Masyarakat wajib aware dengan segala perilaku tetangga, teman, dan keluarga dengan pendekatan yang humanis.
BACA JUGA: Mendikdasmen Tegaskan Tidak Ada Libur Sekolah Selama Ramadhan, Pembelajaran Tetap Berjalan
Jika Pemkab Cianjur masih saja memangkas program bermanfaat hanya untuk program simbolis supaya kelihatan kerja. Jangan terkejut apabila berita semacam ini muncul lagi tahun depan. Masyarakat butuh gebrakan, bukan bualan.