Klaster Pilkada VS Klaster Omnibus Law, Bahaya Mana?

Jauh sebelum itu, ketika pendaftaran para bapaslon Pilkada, kebanyakan dari mereka dan para simpatisannya tidak mematuhi protokol kesehatan. KPU yang sudah banyak mengimbau malah kewalahan dan banyak kena tegur. Kasihan, kan. Tapi, yang namanya simpatisan, pasti pengen pamer bahwa calon pemimpinnya yang terhebat.
Klaster Pilkada, menjadi ancaman tersendiri yang memang bisa saja terjadi. Tapi, dengan aturan pemerintah yang sangat ketat. Bukan tidak mungkin bisa dicegah. Korbannya? Tingkat partisipasi masyarakat bisa saja turun drastis. Takut Covid-19 menjadi alasan yang paling banyak muncul dalam menanggapi hal ini.
Kemudian, belum lama ini Indonesia kembali digemparkan dengan pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang begitu cepat, senyap, mematikan. Melebihi pasukan TNI terbaik Indonesia, DPR RI berhasil membuat emosi masyarakat meledak-ledak bagai gunung Krakatau.
Unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja pun terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Kerusuhan dan tindakan anarkis merajalela melebihi copet-copet yang ada di pasar Cipanas, Cianjur. Mahasiswa, buruh, dan masyarakat lainnya bersatu untuk menolak UU sapu jagat tersebut.
Masyarakat yang awalnya menentang pilkada karena Covid-19, membuat kerumunan dalam aksi unjuk rasa. Pada tiga hari pertama, 6-8 Oktober 2020, menjadi awal aksi yang sangat panjang ini. Masyarakat mulai tidak percaya pada pemerintah yang terus berdusta dan berselingkuh. Mereka menyesal telah terbuai dengan berbagai gombalan maut atas nama kesejahteraan masyarakat.