Berita

Klaster Pilkada VS Klaster Omnibus Law, Bahaya Mana?

Toh, pemerintah juga ngotot ngadain Pilkada di Tengah Covid-19. Kenapa tidak boleh unjuk rasa? Pikiran seperti ini menjadi penanda bahwa masyarakat sudah marah besar. Tapi, apakah unjuk rasa yang melibatkan ribuan orang itu lebih berbahaya dari pada Pilkada? Apakah resiko klasternya sama?

Perbedaannya ada di regulasi pemerintah. Pilkada memiliki regulasi khusus agar mencegah terjadi penularan. Baik dari dalam maupun dari luar TPS. Tapi, unjuk rasa Omnibus Law juga berawal dari regulasi pemerintah yang bikin emosi. Jika semuanya berawal dari pemerintah, maka siapa yang salah? Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Kondisi Covid-19 di Indonesia yang sulit mereda dan terus melonjak, bisa saja semakin melonjak dengan adanya unjuk rasa itu. Tapi, coba kita bayangkan, apa jadinya jika Pilkada ditunda sampai tahun 2021? Bagaimana jika UU Omnibus Law tidak disahkan? Apakah akan aman sentosa?

Sudah seharusnya pemerintah bisa lebih mempertimbangkan kekhawatiran masyarakat. Ketika masyarakat sudah khawatir, aksinya sudah sama seperti orang tua yang memarahi anaknya yang pulang telat. Minimal, sosialisasi secara masif dari berbagai lini bisa membuat masyarakat merasa terperhatikan. Kita juga kalau gak dikasih perhatian sama pacar, kan suka marah-marah.

Termasuk Omnibus Law. Jika memang ada hoax, seharusnya langsung klarifikasi di awal. Tapi, dengan pengesahan yang terkesan cepat, senyap, mematikan ini membuat masyarakat ragu dan bertanya “ada apa?” Ini dinamika antara pemerintah dan masyarakat.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button