CIANJURUPDATE.COM – Keberadaan jaringan internet wireless fidelity atau wifi di kalangan masyarakat sudah menjadi hal yang umum. Namun, belakangan ini, marak ditemukan penggunaan wifi ilegal di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan data yang diterima Cianjur Update, terdapat kurang lebih 100 titik wifi ilegal yang telah menjamur dan menjadi lahan bisnis tanpa izin resmi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebutkan, untuk bisa menjual kembali layanan internet, reseller internet harus memiliki perjanjian kerja sama (PKS) dengan penyedia jasa internet (ISP) resmi yang didaftarkan pada oss.go.id. OSS atau Online Single Submission merupakan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS (Kementerian Investasi/BKPM) sesuai dengan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja. Tanpa adanya kerja sama tersebut, praktik jual kembali layanan internet oleh reseller adalah ilegal.
Ketentuan menjual kembali layanan internet tertuang dalam Permen Kominfo No.13/2019 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dan No.3/2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Sistem Transaksi Elektronik.
“Untuk penyedia internet atau ISP, izinnya harus ke pusat melalui OSS. Sehingga kewenangannya pun ada di pusat. Nantinya ISP bisa menjual kembali ke ritel atau bekerja sama dengan berbagai pihak seperti bumdes dan perusahaan lain,” ujar Kepala Bidang Aplikasi Informatika Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Cianjur, Benny Nassa.
BACA JUGA: 5 Tips Memilih Modem WiFi Portable yang Bagus dan Berkualitas
Pemerintah daerah, kata Benny, tidak memiliki kewenangan dalam mengatur pengawasan dan penertiban wifi ilegal. Namun, masyarakat bisa mengadukan hal tersebut ke layanan pengaduan di aduan.id atau melalui telepon di 159.
“Pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengatur hal tersebut, dari mulai pengawasan hingga penertiban. Kalau dari pusat ada hotline nya atau pengaduan di 159 atau di aduan.id. Dari pemerintah pusat sudah sering melakukan sosialisasi, untuk masyarakat agar menggunakan yang sudah berizin,” ungkapnya.
Benny juga menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan maraknya wifi ilegal, termasuk kesulitan yang dihadapi ISP dalam menarik jaringan di wilayah perbukitan Kabupaten Cianjur.
“Selain itu, ada kendala juga untuk ISP jika memasang di Kabupaten Cianjur dengan kontur daerah perbukitan, sehingga untuk menarik jaringannya perlu biaya besar dan tentunya akan ada perbandingan harga yang cukup mahal. Sehingga muncul wifi ilegal atau RT RW Net,” tuturnya.
Benny mengimbau masyarakat agar tidak segan melaporkan keberadaan wifi ilegal kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti. Sementara itu, Pengamat Ekonomi Cianjur, Irfan Jamil, menuturkan bahwa aspek kontribusi untuk daerah perlu dipertimbangkan.
“Keberadaan wifi ilegal tersebut belum tentu memberikan kontribusi untuk daerah ataupun negara. Dalam konteks ini, khusus di Cianjur, di satu sisi berguna bagi masyarakat dalam akses internet, tetapi dalam hal yang lain juga seperti ketaatan regulasi harus ditempuh,” jelasnya.
Irfan meminta pemerintah daerah untuk mencari penyebab maraknya bisnis wifi ilegal dan memahami aturan atau regulasi yang ada di bidang telekomunikasi.
“Setahu saya, kalau yang resmi itu ada area khusus, tetapi kalau yang ilegal itu tidak ada. Ke depan Diskominfo Cianjur harus ekstra bekerja keras, apakah ada kebocoran juga dalam pendapatan daerah atau tidak?” tuturnya.
Dia juga menegaskan pentingnya upaya penertiban oleh pemerintah daerah terhadap keberadaan wifi illegal, menurutnya, jika perlu bisa dibuatkan perda yang berkaitan dengan praktik penjualan wifi ilegal di Cianjur.
“Harus ada upaya penertiban, karena ini yang dipertaruhkan adalah nama daerah juga. Jika dibiarkan, peran pemerintah daerah tidak hadir. Sehingga jika regulasinya diterapkan, pasti akan lebih tertata dan memberikan keuntungan ke daerah juga,” tegasnya.
Seperti halnya di daerah lain, lanjut Irfan, yang mana pihak pemerintah daerah sudah lebih dulu melakukan penertiban terhadap wifi ilegal.
Diketahui, penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar atau ilegal sebagaimana diatur pada Pasal 47 jo. Pasal 11 ayat (1) UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi yang telah diubah dengan UU No.6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP, bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1,5 miliar.