
Ada banyak negara yang kondisinya terus bertambah buruk akibat bantuan Amerika yang diterimanya. Sungguh para pejabat tinggi di negara-negara tersebut telah berhasil menjadi orang-orang kaya lantaran bantuan Amerika, sedang pada waktu yang bersamaan individu-individu rakyat mulai binasa karena kelaparan.
Dahulu kita di era kepemimpinan Truman dan Eisenhower, kita memerangi komunisme di luar negeri dengan kapal, bom, senapan, dan dolar. Bantuan-bantuan keuangan digunakan untuk mengangkat kedudukan para tuan tanah, bukan untuk pendanaan pekerjaan-pekerjaan perbaikan. Bantuan-bantuan itu digunakan untuk memperkuat posisi para pemimpin kaum feodal, dan bukan untuk memperbaiki keadaan rakyat dengan merealisasikan keadilan ekonomi.
Kalaupun diasumsikan utang-utang ini digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek produktif, menerima utang saja sudah sangat berbahaya terhadap eksistensi negara. Lantas, benarkah tidak mungkin membangun negara tanpa utang dan investasi asing?
Catatan LSM Fitra (2017) lalu menyebutkan, saat ini tak satu pun negara yang tidak berutang. Bahkan Jepang, Italia, dan Inggris serta AS diketahui memiliki utang amat besar, 3-5 kali lebih besar daripada RI. Namun, negara-negara itu dinilai sukses mengelola utangnya untuk pembiayaan proyek-proyek pemerintah yang benar-benar mendorong peningkatan bisnis dan usaha kalangan dunia usaha dan masyarakat luas.
Namun, hal yang tidak boleh luput dari analisis kita adalah posisi negara-negara tersebut dalam percaturan politik dunia. Sebagai negara pengemban ideologi kapitalisme-sekulerisme, atau paling tidak mengambil ideologi tertentu dalam kehidupan bernegaranya, maka road map nya akan lebih jelas dalam mengatur keuangan negara. Meskipun salah. Dampak kesalahan konsep keuangan dengan melanggar aturan Allah SWT, bisa kita lihat dari limbungnya ekonomi, krisis finansial siklik, dan ketidakadilan ekonomi.