CIANJURUPDATE.COM – Forum Komunikasi Santri Indonesia atau Foksi menjadi perbincangan hangat di sosial media setelah melaporkan sutradara dan 3 pakar Hukum Tata Negara dalam film Dirty Vote.
Film yang disutradarai Dandy Laksono dengan bintang film tiga akademisi, yaitu Feri Amsari, Zainal Arifin Muhtar, dan Bavitri Susantri tersebut dianggap melanggar pemilu.
Terlebih, film tersebut ditayangkan melalui YouTube ketika masa tenang pemilu 2024. Lantas, siapa dan apa Forum Komunikasi Sastri Indonesia atau Foksi itu sebenarnya?
BACA JUGA: Dirty Vote, Film Dokumenter Soal Kecurangan Pemilu yang Bikin TKN Prabowo-Gibran Ketar-Ketir
Dari berbagai sumber yang ada, Foksi adalah organisasi masyarakat yang diinisiasi oleh para santri. Belakangan, diketahui Foksi berafiliasi dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam hal perpolitikan.
Bergabungnya Forum Komunikasi Santri Indonesia dengan PSI tidak terjadi baru-baru ini, melainkan pada November 2023. Hal ini dibuktikan dengan berita yang beredar di berbagai media massa.
Sang ketua DPP Foksi, Natsir Sahib, diketahui sering bertemu dengan beberapa pejabat, mulai dari DPD RI, DPR RI, dan lain-lain. Ia pun aktif bersuara tentang berbagai isu yang terjadi di Indonesia.
BACA JUGA: Anti Hoax! 5 Cara Memilih Caleg yang Tepat di Pemilu 2024
Dilansir dari Antara, dengan bergabungnya Foksi dengan PSI, Kaesang Pangarep sempat menyebut partai berlogo mawar putih itu sebagai ‘Partai Santri Indonesia’
“PSI itu tidak hanya Partai Solidaritas Indonesia tapi PSI juga ‘Partai Santri Indonesia’,” kata Kaesang.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat FOKSI Cak Nasir mengungkapkan alasan FOKSI bergabung ke PSI adalah panggilan sejarah untuk melakukan perubahan.
BACA JUGA: Memahami Aturan KPU: Panduan Lengkap Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu
“Kenapa saya bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia ini sebenarnya adalah panggilan sejarah untuk melakukan perubahan,” katanya.
Diketahui, film Dirty Vote mendapat banyak perhatian, mulai dari Foksi sampai TKN Prabowo-Gibran. TKN Prabowo-Gibran menganggap film tersebut berisi fitnah.
Film tersebut menayangkan berbagai dugaan pelanggaran dan kecurangan yang terjadi dalam Pemilu 2024. Ditayangkan di YouTube, film tersebut sudah ditonton lebih dari 7 juta orang.