CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – Tidak banyak yang tahu siapa sebenarnya seorang Juru Bicara Pusat Informasi Satgas Covid-19 Kabupaten Cianjur yang namanya selalu bertengger dalam pemberitaan di berbagai media massa. Pasalnya, informasi terkait Covid-19 di Kabupaten Cianjur pasti berasal darinya.
Di ruang kerja Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, berukuran 3×4 meter dengan ciri khas cat hijau, tertata rapi berbagai berkas serta satu unit laptop yang selalu terus menyala di meja kerjanya.
Mengenakan kemeja batik putih dengan corak hitam, pria berusia 48 tahun ini menceritakan satu demi satu pengalamannya sebagai Juru Bicara Pusat Informasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Percepatan Covid-19 Kabupaten Cianjur yang sudah ia jabat selama kurang lebih hampir satu tahun.
Dialah dr Yusman Faisal. Sejak Maret 2020, ia ditunjuk menjadi Juru Bicara Pusat Informasi Satuan Tugas Penanganan Percepatan Covid-19 Kabupaten Cianjur langung oleh Kepala Dinkes Cianjur, dr Tresna Gumilar yang saat itu menjabat. Namanya acap kali muncul di setiap pemberitaan media massa, baik lokal maupun nasional, selain tugasnya sebagai Kabid Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Cianjur.
Sulit betul tugas yang ia jalani. Ayah dari tiga orang anak ini mau tak mau harus rela membagi waktu antara tugas, pekerjaan, dan urusan keluarga.
Frasa demi frasa merangkai kalimat berisi suka duka dalam kesehariannya sebagai juru bicara. Dimulai dengan banyaknya orang di pemerintahan di Kabupaten Cianjur yang datang menemuinya untuk mengetahui perkembangan Covid-19 di Cianjur, hingga media yang hilir mudik datang berganti.
“Sukanya, saya bisa kenal dengan banyak orang dari berbagai kalangan, terutama di lingkup Pemerintahan Kabupaten Cianjur, rekan-rekan media, dan juga jajaran Forkopimda,” tuturnya kepada Cianjur Update, Minggu (10/1/2021).
Awalnya, pernah terbesit dalam pikirannya dengan mengemban tugas ini, ia bisa memiliki waktu luang yang lebih banyak bersama keluarga. Sayang seribu sayang itu hanya angan belaka.
Dalam sehari, ratusan telepon, pesan singkat, hingga chat WhatsApp berdatangan menyapa ponselnya. Tak lain dan tak bukan mengenai informasi Covid-19. Kejutan itu menghentakkan dirinya.
Namun, hal itu kini malah menjadi rutinitasnya sehari-hari. Ratusan notifikasi itu membuat lulusan Fakultas Kedokteran Jurusan Kedokteran Umum Universitas Trisakti, Jakarta 2000 silam ini mengubah pola pikir dan hidupnya.
“Kalau dalam sehari, ada ratusan telepon sama pesan di WhatsApp. Apalagi kalau sedang di rumah, pas dicek sudah banyak pesan,” ujarnya diikuti tawa khasnya.
Pekerjaan pria yang berencana melanjutkan pendidikan S2 bidang dokter spesialis kandungan ini sebagai kepala bidang pun terpaksa harus tertunda.
Stres dengan notifikasi yang semakin hari semakin membludak. Ponselnya pun bahkan sengaja selalu dalam mode senyap. Alasan jelas, agar semua tugas yang tengah dikerjakannya bisa terselesaikan satu per satu.
“Kalau saya terus terpaku ke ponsel, bisa-bisa kerjaan tidak selesai dan saya bisa stres berat,” ungkapnya.
Selain menyampaikan informasi, dirinya pun harus memberikan edukasi serta pemahaman mengenai bahaya Covid-19 dan merubah stigma masyarakat terhadap pasien yang terpapar.
Mengedukasi Pasien Positif Covid-19 Berjam-jam
Setiap wilayah di Kabupaten Cianjur sudah dipijaknya untuk mengemban tugas mengenai informasi Covid-19. Namun bukan hal mudah. Pasalnya, sebagian besar masyarakat masih memiliki stigma buruk pada Covid-19 ini, bahkan tak sedikit pasien yang terpapar merasa harus dijauhi. Tak heran, karena memang pengetahuan dan minimnya informasi menjadi penyebab utama munculnya pemikiran seperti itu.
“Tapi seiring berjalannya waktu, masyarakat pun sudah terbiasa dan mulai sedikit demi sedikit merubah stigmanya tidak seperti dulu lagi,” terangnya.
Pada suatu ketika, Yusman harus mengedukasi tujuh orang santri yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Pusat Isolasi Bumi Ciherang secara langsung. Wajar bila harus cemas, tapi tugas tetaplah tugas. Ia memupuk keberanian untuk menemui tujuh santri yang enggan menjalani swab test.
Petugas di pusat isolasi sudah hilang arah dan kebingungan. Alasan tersebut akhirnya mengharuskan pria yang pernah menjabat sebagai Plt Dirut RSUD Pagelaran ini turun gunung menangani hal tersebut.
“Awalnya takut juga, karena harus menemui pasien yang positif. Memang saya menggunakan APD lengkap, tapi tetap saja ada perasaan takut muncul dalam hati saya. Namun saya bertekad dan akhirnya saya masuk ke ruangan pasien,” jelasnya.
Setengah jam. Itulah waktu yang diberikan untuk mengedukasi. Namun seolah terhipnotis, ia tak sadar sudah terbawa suasana obrolan yang mulai menghangat. Yusman yang mengenakan APD lengkap yang notabene akan terasa panas apabila dipakai terlalu lama, seolah tak dirasakannya.
“Saat itu saya diingatkan oleh petugas pusat isolasi, karena sudah kelamaan ngobrol. Sebab, suasana obrolan yang asalnya tegang menjadi hangat dan akrab. Harusnya setengah jam, ini jadi empat jam dari jam 11.00 siang sampai jam 15.00 Wib,” paparnya diikuti tawa.
Khawatir terhadap paparan Covid-19, usai tugas, Yusman langsung mandi sebersih mungkin ketika tiba di kediamannya dan memilih tidur di lantai dua menjauh dari anggota keluarga.
“Pulang langsung mandi sampai benar-benar bersih dan tidur pisah sama istri. Istri di lantai satu, saya di lantai dua. Besoknya langsung swab test dan alhamdulillah negatif,” ungkapnya.
Ancaman Pembunuhan
Di balik tugas Yusman yang menjadi acuan informasi semua pihak, ternyata terdapat duka tak disangka banyak masyarakat umum. Ada bahaya yang mengancam keselamatan seorang dr Yusman Faisal.
Ucapannya sempat terhenti dan terbata-bata ketika mengisahkan awal kasus Covid-19 di Cianjur muncul. Hilir mudik pesan dan telepon mengetuk ponselnya. Bukan hanya pejabat dan wartawan, namun ada banyak masyarakat yang ngamuk mengenai informasi yang beredar.
Yusman bingung, dari mana masyarakat mendapatkan nomor teleponnya. Tapi, akhirnya ia tak ambil pusing. Ia yakin dengan baban tugasnya yang tinggi, memang akan dibarengi dengan banyak hal tak terduga yang akan ia terima dan hadapi.
“Banyak yang telepon tiba-tiba protes mengenai kasus yang ramai dipublikasikan,” ujarnya.
Tak hanya menelepon dan mengirimkan pesan. Ada pula perbuatan tidak menyenangkan dari pesan dan telepon tersebut, yaitu ancaman pembunuhan.
“Terus terang, ancaman banyak. Ada yang menjelek-jelekan saya dan sampai ancaman pembunuhan. Tapi saya berpikir, saya menyampaikan informasi itu demi kepentingan yang lebih besar. Sehingga harus saya hadapi dengan sebaik mungkin,” tandasnya.(afs/sis)