CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – MUI Cianjur menyangkan pernyataan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing.
Baca Juga: Tempat Ibadah Dibuka, MUI Cianjur: Shalat Jumat dan Idul Adha Tetap Ditiadakan
Pernyataan terebut terlontar saat Menag merespon pertanyaan wartawan soal surat edaran yang dia keluaakan. Surat edaran tersebut mengatur penggunaan Toa di masjid dan musala 100 dB maksimal.
Ketua MUI Kabupaten Cianjur, Drs KH Abdul Rauf mengatakan, pihaknya mengapresiasi Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas yang ingin menghadirkan harmoni di antara umat beragama dengan mengeluarkan aturan pembatasan pengeras suara di masjid.
Namun di sisi lain, pihaknya sangat menyayangkan pernyataan Menag yang membandingkan suara adzan di toa itu dengan gonggongan anjing.
Abdul Rauf menjelaskan, regulasi tentang penggunaan pengeras suara sudah ada sejak dulu. Hal tersebut tertuang dalam Instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kep/D/101/1978 pada tahun 1978. Kemudian penegasan pemberlakuannya juga ada melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam pada 2018.
“Ini bukan aturan baru, SE itu sudah ada sejak 44 tahun lalu. Sayangnya, SE Menteri Agama kali ini berbeda secara mendasar. Hal ini karena generalisasi pemberlakuannya di seluruh Indonesia. Tanpa menyebutkan kembali soal kearifan lokal, serta objektivitas membedakan masjid dan musala di kawasan kota dan desa, di kawasan mayoritas muslim atau minoritas muslim,” papar dia.
MUI Apresiasi Surat Edaran Menteri Agama
Akan tetapi, kata Abdul, ia menanggapi dari sisi aturan, tentunya sesuai dengan pernyataan beliau bahwa Kementerian Agama mengatur itu supaya tidak mengganggu kenyamanan ketentraman orang lain khususnya non muslim.
“Jadi mengatur volumenya itu jangan melebihi 100 dB maksimal. Nah, jadi intinya bagus. Kalau mengatur itu tak jadi masalah, karena aturan itu dari dulu juga ada,” ungkapnya.
Abdul melanjutkan, saat ini yang menjadi polemik itu adalah pernyataan Menag yang menyamakan suara adzan dengan suara gongongan anjing.
“Maka dari itu, saya sangat sesalkan itu. Suara tersebut disamakan dengan menggonggong anjing atau mengilustrasikan dengan anjing,” jelasnya.
Terlepas dari hal itu, menurut Abdul, inti yang ingin Menag sampaikan bukan masalah anjingnya, melainkan perumpamaan dari sisi suara berisik yang mengganggu saja.
Baca Juga: MUI Cianjur Godok Aturan Pelaksanaan Ibadah Selama PPKM Darurat
“Seperti di Kabupaten Cianjur, masjid ada banyak dan waktu adzan juga bersamaan. Nah, sehingga menganggu yang non Muslim. Jadi ini bagus kalau ada aturan pembatasan suara, hanya saja yang kami sayangkan adanya perumpamaan suara adzan yang suci ini dengan lolongan anjing itu saja,” tutup dia. (ren)