CIANJURUPDATE.COM, Cianjur — Di tengah pesatnya kemajuan teknologi transportasi di Indonesia, becak dan delman Cianjur tak lekang ditelan zaman. Masih banyak delman dan becak yang mangkal di pinggiran jalan.
Seperti di pinggir Jalan Siliwangi, masih terlihat ada beberapa penarik becak dan kusir delman yang semangat bekerja. Pepen Ependi (35) misalnya, seorang kusir delman yang selalu mangkal di pinggiran Jalan Siliwangi Cianjur. Ia mengatakan, semakin pesat teknologi semakin turun penghasilannya.
“Ya tak ada yang bisa mencegah teknologi, tapi dampaknya sama penarik transportasi tradisional seperti saya. Penghasilan sehari kadang tujuh puluh ribu, paling besar bisa sampai seratus lima puluh ribu. Kalau dulu bisa lebih dari segitu.” paparnya saat diwawancara, Jumat (19/04/2019).
Jumlah penumpang setiap hari tidak menentu. Sekali narik bisa tiga orang sampai empat orang, ongkosnya tergantung jarak tujuan penumpang.
“Penumpang tidak tentu ada yang tiga orang sampai empat orang sekali tarik, tak bisa diprediksi. Ongkos pun tergantung jarak, mulai dari paling dekat bisa lima belas ribu, paling jauhnya tiga puluh lima ribu,” tuturnya.
Pepen pun mempercantik delman dan merawat kuda dengan baik, agar penumpang bisa tertarik untuk menggunakan delman sebagai sarana transportasi.
“Siasatnya ya sering membersihkan kuda seperti rutin memandikan, diberi makan yang berkualitas dan rutin mengganti sepatu kuda. Memperbaiki delman juga dan mempercantiknya, dibersihkan juga,” tambahnya.
Pepen mengaku sempat berfikiran untuk mengganti pekerjaan, namun karena sulitnya mendapat pekerjaan dan tidak ada yang merawat kudanya. Ia rela tetap menjadi kusir delman.
“Sebenarnya sudah bosan ingin berganti pekerjaan tapi susah dapat pekerjaan sekarang ini hewan juga tidak ada yang merawat,” katanya.
Sama halnya dengan Apud (65), penarik becak asal Cianjur yang sudah bekerja sejak tahun 1970-an. Ia mengaku sulit mendapatkan penumpang di zaman sekarang.
“Sejak tahun 70 saya sudah narik becak, tapi zaman sekarang penghasilan menurun. Sehari bisa lima puluh ribu, paling besar ya enam puluh ribu,” paparnya.
Penumpang, sambung Pepen, tidak menentu. Sehari bisa empat kali narik, bahkan kurang dari itu. Ongkosnya pun hanya sepuluh ribu, meski tergantung jarak tapi jarang yang mau berpergian jauh dengan becak.
“Buat penumpang tidak tentu paling banyak sehari cuma empat kali narik, ya itu juga kalau rame. Kalau lagi sepi paling dua kali narik. Ongkos juga cuma sepuluh ribu. Emang tergantung jarak, tapi kan jarang yang minta jauh-jauh pakai becak,” tambahnya.
Pepen sudah tak bisa melakukan siasat di tengah pesatnya teknologi. Dia hanya menggunakan segenap tenaganya untuk menarik becak.
“Diterima saja lah apa yang sedang dilakoni. Mumpung masih banyak tenaga ya narik becak aja. Siasat apalagi? Mau digimana-gimana juga tetap gini. Susah. Terima saja yang ada,” pungkasnya. (CT1)