CIANJURUPDATE.COM – Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan tipis terhadap dolar AS pada perdagangan awal pekan.
Pergerakan ini mencerminkan dinamika pasar menjelang hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI).
Menurut data Refinitiv, Senin (18/11/2024), rupiah ditutup menguat 0,03% di level Rp15.845/US$.
BACA JUGA: Polres Cianjur Amankan Pelajar Penyebar Situs Judi Online, Raup Keuntungan Jutaan Rupiah
Sepanjang hari, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp15.865/US$ hingga Rp15.825/US$.
Pada saat yang sama, Indeks Dolar AS (DXY) turun 0,04% ke posisi 106,649.
Pelemahan dolar ini turut mendukung penguatan rupiah di tengah ketidakpastian pasar global.
BACA JUGA: Miliaran Rupiah Mengalir, Transparansi Boarding School MAN 1 Cianjur Dipertanyakan
Investor kini menantikan keputusan RDG BI terkait suku bunga acuan November 2024.
RDG juga akan menentukan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility, yang berpotensi memengaruhi stabilitas rupiah.
Pada rapat sebelumnya, BI mempertahankan suku bunga acuan di 6% untuk menjaga inflasi dalam target 2,5% pada 2024-2025.
BACA JUGA: Polisi Tangkap Komplotan Ustadz Berkedok Pengganda Uang, Korban Rugi Ratusan Juta Rupiah
Selain itu, perhatian pasar juga tertuju pada kebijakan suku bunga Bank Sentral China yang diumumkan pada hari yang sama.
China diprediksi mempertahankan Loan Prime Rate (LPR) satu tahun di 3,1% dan lima tahun di 3,6%.
Kebijakan ini dirancang untuk mendukung pinjaman bisnis dan hipotek, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
BACA JUGA: Petugas Satpol PP Cianjur Diduga Terlibat Praktik Calo Perizinan, Dibayar Sampai Puluhan Juta Rupiah
Tensi pasar meningkat menjelang data ekonomi penting yang akan dirilis Bank Indonesia, Kamis (21/11/2024).
Data tersebut meliputi transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2024.
Pada kuartal sebelumnya, defisit transaksi berjalan tercatat melebar hingga US$3,02 miliar, tertinggi sejak 2020.
BACA JUGA: Berawal Dari Ledakan, Dua Rumah di Cianjur Kebakaran, Kerugian Ratusan Juta Rupiah
Penyebab utamanya adalah defisit jasa perjalanan yang melonjak ke US$5,15 miliar.