PA Cianjur: Ada 426 Perempuan Berstatus Janda Baru Selama November 2020

CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – Selama November 2020, ada 426 perkara perceraian yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama (PA) Cianjur. Faktor ekonomi masih menjadi faktor dominan dari angka perceraian tersebut.

Pada November 2020, perkara sisa bulan sebelumnya ada 606 perkara ditambah bulan ini ada 553 berjumlah 1.159. Sebanyak 43 perkara dicabut, 426 dikabulkan. Lalu, hanya ada empat perkara yang ditolak, delapan tidak diterima, dua digugurkan, dan satu perkara dicoret dari register.

Humas Pengadilan Agama (PA) Cianjur, Asep mengatakan, di tahun sebelumnya PA Cianjur menangani di bawah 4.000 perkara per tahun, sementara di masa pandemi ini naik sekitar lima persen.

“Tapi itu belum ada penelitian bahwa dengan pandemi ini lah perkara menjadi naik, karena dari tahun ke tahun itu naiknya seperti itu juga,” tuturnya kepada Cianjur Update, Senin (30/11/2020).

Asep menjelaskan, untuk mengetahui perceraian akibat pandemi Covid-19, harus ada penelitian terlebih dahulu, karena hingga saat ini memang belum ada penelitian khusus tentang hal itu di PA Cianjur.

“Kalau secara umum, pandemi ini melihat keadaan sosial banyak laki-laki atau perempuan yang asalnya bekerja, kini banyak di rumahkan. Sehingga banyak yang tidak kerja, karena pengaruh pandemi ini berimbas pada aspek pekerjaan,” ungkapnya.

Lebih jelasnya, lanjut Asep, antara tahun sebelumnya dengan tahun sekarang berbeda dan ada peningkatan.

“Pihak yang mengajukan perceraian rata-rata per hari itu yang jelas kalau satu bulan mencapai sekitar 400an. Berarti kalau dibagi lima hari kerja karena pendaftaran itu selain Sabtu-Minggu kan dibuka, kalau 400 dibagi lima ada sekitar 20,” paparnya.

Asep menyebut, PA Cianjur setiap hari dapat menyidang hingga 150 perkara dengan rata-rata per hari memang ada 100 perkara dalam satu majelis.

“Dari 100 perkara itu karena perkaranya beragam, ada cerai gugat dan ada yang sifatnya volunteer, kita ambil lurus suatu perkara ada tiga orang. Kalau untuk yang akan diputus makanya orang yang berkerumun itu di sini sekitar 150 per hari kecuali Jumat,” terangnya.

Dirinya menilai, faktor ekonomi masih dominan menjadi faktor dalam gugatan perceraian tersebut.

“Sepengetahuan saya sebagai Humas memang faktor ekonomi yang paling mendominasi,” ungkapnya.

Sementara itu, salah seorang praktisi hukum Kabupaten Cianjur, Fanfan Nugraha menanggapi tingginya angka perceraian di Kabupaten Cianjur. Fanfan menilai, naiknya angka perceraian sangat tinggi hingga dua kali lipat selama pandemi Covid-19.

“Register per November saja sudah sampai 4.000 lebih, untuk di Cianjur sangat tinggi sekali kalau faktornya beragam tapi kebanyakan ekonomi mungkin efek dari pandemi,” imbuhnya.

Maka dari itu, ia menilai, perceraian di Kabupaten Cianjur memang sangat tinggi dan memprihatinkan. Fanfan mengatakan, Covid-19 sangat berdampak karena faktor ekonomi menjadi faktor terbesar pada perceraian.

“Di sisi lain kalau kita kan sebagai praktisi hukum dengan tingginya angka perceraian secara ekonomi menguntungkan bagi para pengacara itu. Tapi kan kalau dari segi batin, dari hati nurani sedih dengan kondisi seperti ini,” ujarnya.

Ia mengaku bersama timnya bisa menangani perceraian sebanyak 7-10 kali dalam sehari. Ia merasa sangat prihatin dengan tingginya angka perceraian tersebut.

“Saya secara pribadi terlepas dari praktisi hukum artinya lebih baik untuk masyarakat ini banyak menahan diri dengan kondisi yang ada. Jangan mudah untuk memutuskan ikatan pernikahan, karena yang menjadi korban itu kan anak kalau rumah tangga sudah punya anak,” tandasnya.(afs/sis)

Exit mobile version