Berita

Pakar Ekonomi UI dan ITB Bicara Soal Rencana Kenaikan Harga BBM Subsidi

Pada tataran nasional sendiri fenomena global tersebut juga mempengaruhi postur dan membebani APBN TA 2022, yang telah menyisihkan dana Rp 502 T untuk keperluan subsidi dan kompensasi bagi BBM, gas, dan listrik.

Jika pemerintah mempertahankan harga BBM dan gas bersubsidi seperti saat ini, yang jauh berada di bawah harga keekonomiannya, maka pada TA 2023 yang akan datang, pemerintah diharuskan untuk “top-up” Rp 198 T, sehingga total subsidi dan kompensasi akan mencapai Rp 700 T.

Pada APBN Tahun Anggaran 2022, pemerintah masih diharuskan menyisihkan dana untuk Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp 695,2 T, belum lagi dana untuk terus memitigasi Pandemi Covid-19. Hal yang sama juga akan dilakukan oleh pemerintah untuk Tahun Anggaran 2023.

Menurut Ari, tidak mengherankan dalam beberapa minggu ini, pemerintah dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit, yaitu apakah tetap mempertahankan harga BBM dan gas bersubsidi, dengan kemungkinan terburuk APBN sebagai instrumen penggerak pertumbuhan ekonomi.

“Kehilangan fungsi dan daya dorongnya, atau menaikkan harga komoditas tersebut, yang diimbangi dengan penaikan BLT/Bansos bagi masyarakat yang membutuhkan, agar konsumsi domestik dan inflasi tetap terjaga,” terangnya.

“Berdasarkan “common sense”, kenaikan harga tampaknya tidak dapat dihindari, demi menyelamatkan keuangan negara, mengingat dana subsidi BBM Tahun Anggaran 2022 juga akan terserap habis pada bulan November 2022 yang akan datang,” katanya.

Sementara itu, Pakar energi ITB, Dr Yuli Setyo Indartono mengatakan, siapapun tidak akan bisa mencegah fluktuasi harga BBM yang saat ini disebabkan oleh beragam faktor.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button