Nasional

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Pencabutan TAP MPR Dinilai Berbahaya dan Mengancam Demokrasi

“Ini berbahaya. Rasanya MPR seolah ingin menghapus sejarah kelam tanpa menyelesaikan persoalan hukum di masa lalu. Menghilangkan penuntasan kasus dengan dalih pemaafan dapat menjadi langkah mundur dalam penegakan hukum dan demokrasi,” ujarnya dalam program Wawasan di Suara Surabaya, Senin (30/9/2024).

Ekawestri juga menyoroti sikap MPR yang seolah ingin mengambil peran sebagai lembaga tertinggi negara lagi, meskipun status MPR telah berubah sejak amandemen konstitusi 1999-2002.

Ia menjelaskan bahwa TAP MPR yang dicabut seharusnya memiliki status hukum yang jelas, dan tidak perlu dicabut lebih lanjut.

Ia mempertanyakan motif di balik pencabutan TAP ini, terutama dari sisi hukum.

BACA JUGA: Sebut Fufufafa Adalah Gibran, Pasukan Bawah Tanah Jokowi Laporkan Roy Suryo ke Bareskrim atas Dugaan Ujaran Kebohongan

Menurutnya, pencabutan ini lebih didorong oleh pertimbangan politik dan psikologis, bukan aspek hukum murni.

“Ini tampaknya lebih terkait dengan upaya menghapus nama Soeharto dari dokumen hukum resmi demi alasan psikologis dan politik, bukan pertimbangan hukum,” jelasnya.

Ekawestri menegaskan bahwa memaafkan tanpa menyelesaikan pelanggaran yang terjadi selama Orde Baru, terutama pelanggaran HAM, akan menghambat penegakan hukum yang adil.

Ia menambahkan bahwa meskipun pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bisa dipertimbangkan, proses hukum terkait pelanggaran negara harus diselesaikan terlebih dahulu.

“Penegakan hukum yang adil sangat penting. Tanpa itu, demokrasi dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum bisa terancam,” tutupnya.

Laman sebelumnya 1 2

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button