Opini

Pandangan Akademisi Soal Omnibus Law, Bukan Cuma Soal Tenaga Kerja

Oleh : Dr Agus Surachman, SH. Sp.1

Penolakan terhadap undang-undang cipta kerja oleh buruh semakin menguat ketika Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-undang Cipta kerja pada tanggal 5 Oktober 2020. Kenapa? Karena merasa bahwa hak-hak buruh telah dikurangi. Misalnya, pengaturan pengupahan, mengenai cuti, pesangon, kontrak kerja dan lain-lain.

Perbedaan persepsi terhadap pasal-pasal tersebut begitu tajam antara pemerintah dan DPR. Di satu pihak dengan para buruh di lain pihak. Pemeintah menganggap ada disinformasi dan hoax sedangkan buruh tetap berpendapat berdasarkan analisa dan logika bahwa beberapa hak buruh telah direduksi.

Perbedaan tafsir dan pandangan tersebut sah-sah saja. Demonstrasi itu juga sah-sah saja karena dijamin konstitusi selama tidak anarkis dan merusak fasilitas umum, karena apabila pengrusakan itu terjadi ada peraturan hukum yang dilanggar dan ada sanksi untuk itu. Terlepas dari itu semua, saya hanya ingin mengemukakan beberapa hal dari sudut pandang yang lain.

Apa itu Omnibus Law? Omnibus Law secara sederhana dipahami sebagai metode penyusunan aturan yang dalam satu peraturan perundang-undangan terdapat beberapa materi/substansi (yang biasanya terpisah). Maka, ketika peraturan perundang-undangan ini diundangkan, dengan sendirinya akan mencabut materi yang ada dalam undang-undang lainnya tersebut.

Metode Omnibus Law telah dipraktekkan di beberapa negara yang menganut sistem common law, seperti Amerika, Kanada, Suriname, Irlandia dan lainnya. Omnibus law yang masih gagasan waktu itu terus berkembang terutama dikalangan akademisi.

1 2 3 4Laman berikutnya

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button