Pandangan Akademisi Soal Omnibus Law, Bukan Cuma Soal Tenaga Kerja
Oleh : Dr Agus Surachman, SH. Sp.1
![](/wp-content/uploads/2020/10/gavel-2492011_1280-780x470.jpg)
Revisian tersebut semangatnya lebih diarahkan kepada kepentingan bagaimana mempermudah investor berusaha di Indonesia. Hampir kurang lebih ada lima puluh undang-undang berada dalam Omnibus Law Undang-undang cipta kerja tersebut.
Sebenarnya bukan hanya klaster tentang
Tenaga Kerja saja yang perlu dikritisi tetapi ada beberapa undang-undang lain yang perlu juga dikritisi, misalnya tentang undang-undang sumber daya air UU No. 17 tahun 2019, dalam pasal 1 yang dirubah dan lebih berorientasi kepada kepentingan Investor dan menjadikan sumber daya air menjadi komoditas untuk diproduksi dan diperdagangkan tanpa melindungi fungsi utamanya untuk kebutuhan yang utama dari kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Terlepas dari itu semua, investor asing memang diperlukan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran. Tetapi harus diingat sejatinya Investor asing itu diperlukan manakala investor domestic belum punya modal dan keakhlian untuk mengelola sumber daya alam kita.
Kalau kita sudah mampu, kiranya investor asing sedikit demi sedikit harus dikurangi, juga harus diingat seperti yang dikatan John Perkins dalam bukanya Confession Of An Economic Hit Man. “Didalam banyak hal membantu menumbuhkan ekonomi hanya menjadikan segelintir orang yang duduk dipuncak piramida menjadi lebih kaya lagi, sementara pertumbuhan ekonomi itu tidak melakukan apa pun bagi mereka yang berada didasar piramida selain mendorong mereka menjadi lebih miskin lagi.”
Untuk itu, Pemerintah harus tetap berperan menjaga, memproteksi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia, bukankah Profesor Satjipto Rahardjo pernah berkata bahwa, “Fungsi hukum adalah untuk membahagiakan masyarakat, hukum buat manusia bukan sebaliknya.”