CIANJURUPDATE.COM – Salah satu rutinitas masyarakat Cianjur dalam menyambut Ramadan adalah papajar. Tradisi ini entah kapan munculnya, namun begitu banyak terjadi sejak sekitar tahun 1980-an. Beberapa hari menjelang Ramadan, masyarakat sudah menyiapkan segala keperluan untuk berlibur bersama keluarga, tetangga, teman sekolah, atau teman kerja.
Mereka biasanya pergi ke tempat wisata yang tak begitu jauh dan tempat yang bisa makan bersama di tempat terbuka. Daerah sekitar Bendungan Cirata, seperti Jangari atau Calincing selalu menjadi tujuan andalan. Jika ke luar Cianjur umumnya yang dituju adalah Waduk Saguling di Kabupaten Bandung Barat yang berada di perbatasan Kabupaten Cianjur atau ke Pelabuhan Ratu.
Kegiatan makan bersama itulah yang dinamakan papajar. Istilah yang tak bisa ditemukan di kamus Basa Sunda. Mereka berbekal makanan dan lauk pauk yang beragam, lalu saling berbagi dalam menikmatinya. Umumnya makanan yang dinikmati adalah makanan yang sederhana.
Terkadang mereka melaksanakannya di rumah bersama keluarga atau tetangga. Kegiatan ini bukan sekadar menikmati makanan di siang hari sepuasnya, karena karena sebentar lagi hal tersebut tidak bisa dilakukan. Selain itu, tentu kegiatan ini menjadi cara untuk bersilaturahim dan saling memaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan. Hal itu agar di waktu puasa tidak ada beban kesalahan pada orang lain. Tidak sedikit kegiatan ini disertai dengan ceramah dan doa bersama.
Papajar konon berawal dari apa yang dilakukan para ulama Cianjur terdahulu. Para ulama dari berbagai daerah di Cianjur di ujung bulan Sya’ban datang ke Masjid Agung untuk mengetahui kapan Ramadan dimulai. Informasi tentang awal bulan Ramadan ini nantinya diumumkan kepada umat di daerahnya masing-masing.
Para ulama itu bermalam dan makan bersama di sana sambil menanti pengumuman awal Ramadan dari Imam Besar. Mungkin dari kegiatan itulah dikenal tradisi papajar seperti sekarang ini. Konon papajar ini merupakan singkatan dari Mapag Pajar (Menyongsong Fajar, Sunda).
Usai diumumkan kapan Ramadan dimulai, para ulama itu mengumumkannya kepada umat di daerahnya masing-masing. Masyarakat Cianjur tidak berani berpuasa bila belum ada pengumuman resmi dari ulama, karena pada saat itu untuk memperoleh informasi tentang awal Ramadan tidak semudah sekarang.(ct1/bbs)