Parosmia! Gejala Baru Covid-19 yang Membuat Pasien Kesulitan Mengidentifikasi Bau
![Parosmia! Gejala Baru Covid-19 yang Membuat Pasien Kesulitan Mengidentifikasi Bau](/wp-content/uploads/2021/02/images-4.jpeg)
Kerusakan neuron ini mengubah penafsiran bau yang diterima bulbus olfaktorius yang memiliki fungsi untuk penciuman, sensitivitas deteksi bau, atau menyaring bau.
Selain karena infeksi virus, parosmia juga bisa disebabkan oleh paparan asap rokok dan bahan kimia, cedera kepala, efek samping pengobatan kanker, dan tumor.
Diagnosis Parosmia
Dalam mendiagnosis adanya indikasi parosmia, ahli THT akan meminta pasien untuk mencium aroma dari suatu zat dan diminta untuk menjelaskannya.
Beberapa kondisi kesehatan pun akan diperiksa oleh dokter, seperti apakah adanya riwayat kanker, kondisi neurologis keluarga, infeksi yang baru dirasakan, gaya hidup, dan konsumsi obat-obatan.
Selanjutnya, pengujian parosmia juga bisa melalui rontgen sinus, biopsi daerah sinus, atau MRI (magnetic resonance imaging) juga mungkin dilakukan.
Pemulihan Parosmia
Kondisi parosmia biasanya tidak permanen. Neuron pendeteksi bau di hidung dapat membaik seiring berjalannya waktu.
Waktu pemulihannya bisa berbeda-beda tergantung dari penyebab, gejala, dan pengobatan yang dijalani. Apabila parosmia disebabkan oleh virus atau infeksi, indra penciuman dapat kembali normal tanpa pengobatan. Namun, butuh waktu antara dua sampai tiga tahun untuk pemulihannya.
Terkadang pembedahan diperlukan untuk mengobati parosmia. Perawatan parosmia meliputi mengonsumsi vitamin A, zinc, dan antibiotik. Meski begitu, pengobatan parosmia perlu didampingi dan diawasi oleh dokter yang ahli di bidangnya.
Gejala anosmia yang telah muncul di awal pandemi dan kini parosmia. Namun, terdapat beberapa gangguan penciuman lain. Salah satunya hyposmia berupa menurunnya kemampuan mendeteksi bau. Lalu, cacosmia yang menjadikan seseorang secara terus menerus mencium bau yang tidak menyenangkan.