CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – Para petani Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur kesulitan mendapatkan pupuk anorganik untuk menyuburkan pertanian.
Sekretaris Desa Ciputri, Deki Afrizal membenarkan hal tersebut. Ia menjelaskan, para petani kerap membeli pupuk ke wilayah Cipanas dan Cianjur.
“Di sini juga ada pupuk, tapi yang organik saja,” kata dia kepada Cianjur Update, Sabtu (24/7/2021).
Sementara untuk realisasi program pupuk subsidi di Desa Ciputri masih sangat terbatas. Sebab, hanya sebagian kecil petani yang sudah punya kartu tani.
“Di sini paling cuma 25 persen dari 75 persen petani yang sudah punya kartu tani karena belum semua terakomodir,” jelas dia.
Oleh sebab itu, para petani Desa Ciputri terpaksa mengandalkan dan memaksimalkan pupuk organik. Meskipun kesulitan mendapatkan obat-obatan pertanian lainnya.
“Sulitnya mungkin dari ketidakstabilan harga sayur yang kadang naik dan turun. Di saat turun petani menjerit istilahnya, karena harga obat dan pupuk mahal, tidak sebanding,” ungkap dia.
Deki beserta jajaran Pemerintah Desa (Pemdes) Ciputri sudah berupaya agar petani bisa mendapatkan pupuk subisidi.
“Kami sudah bekerja dengan Balai Besar Pengembangan (BBP), kalau sisanya dari 25 persen itu harus mendapatkan kartu tani agar bisa mendapatkan pupuk bersubsidi,” ucap dia.
Sistem Penyaluran Pupuk Bersubsidi Pindah dari Manual ke Elektronik
Sementara itu, Kepala Bidang Bina Usaha Agribisnis dan Penyuluhan, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Holtikultura (DPPH) Kabupaten Cianjur, Nurdiyati mengatakan, saat ini sudah ada perubahan sistem penyaluran pupuk subsidi, yaitu dari manual ke elektronik.
“Jadi sekarang kalau petani tidak punya Kartu Tani Indonesia (KTI) apalagi tidak tercatat di Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), maka dia tidak akan dapat pupuk bersubsidi,” ujar Nurdiyati.
Cara mendapatkan KTI, lanjutnya, petani harus lebih dulu menjadi anggota Kelompok Tani (Poktan) juga memiliki luas lahan garap maksimal dua hektar. Termasuk, menyertakan persyaratan berupa KTP, KK, dan bukti luas garapan.
“Itu semuanya diserahkan ke BPP masing-masing kecataman, kemudian mereka harus membentuk RDKK,” sebutnya.
RDKK, sebutnya, akan admin BPP kecamatan input ke aplikasi e-RDKK. Kemudian akan ada verifikasi berjenjang, mulai dari Kasi Penyuluhan, lalu ke Kabid Bina Usaha Agribisnis dan Penyuluhan, sampai Kepala DPPH Cianjur menyatakan sah.
“Penerbitan KTI tidak boleh di DPPH, tapi oleh Bank Mandiri sebagai penerbit KTI di Cianjur. Data yang DPPH sahkan, akan pihak bank tarik untuk diverifikasi, kemudian kartu dicetak dan dibagikan di kantor BPP Cianjur,” ungkapnya.
Menurutnya, proses input data ke e-RDKK memang tidak mudah. Sebab, pegawai bisa menginput data hingga larut malam karena adanya beberapa kendala.
“Karena banyak petani yang belum punya e-KTP, kalau tidak punya otomatis tidak bisa punya KTI,” jelas dia.
Penebusan pupuk bersubsidi, sambungnya, hanya bisa para petani dapatkan di kios tertentu berdasarkan KTI. Petani pun bisa langsung datang ke kios yang sudah ditentukan.
“Kemudian petani dapat menebus pupuk sesuai kuota KTI dan melakukan transaksi menggunakan mesin EDC,” terangnya.
Nurdiyati mengatakan, kendala di lapangan khususnya Cianjur selatan ialah sinyal yang sulit. Termasuk, ada beberapa mesin EDC yang sudah rusak.
“Lalu ada juga yang kartunya hilang dan lupa PIN. Itu kendala yang sering terjadi dan tidak masyarakat ketahui, sehingga mereka kira tidak dilayani,” ungkapnya.
Namun, pihaknya sudah berkoordinasi dengan DPPH Jawa Barat dan diteruskan ke Kementerian Pertanian terkait kendala tersebut.
Sehingga akhirnya, kendala tersebut bisa selesai dengan adanya surat rekomendasi dari BPP kecamatan.
“Bagi petani yang datanya ada di e-RDKK tapi KTI belum keluar atau ada kendala di lapangan, bisa dengan cara mendapatkan rekomendasi dari kantor BPP. Sehingga selanjutnya bisa tetap mendapatkan pupuk bersubsidi,” bebernya.
Nurdiyati mengklaim, harga pupuk bersubsidi adalah sepertiga dari pupuk nonsubsidi. Namun, Tahun ini ada kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang naik Rp300-450 per kilogram.
Hal ini, lanjutnya, sudah tertuang dalam Permentan Nomor 49 Tahun 2020 tentang pedoman harga eceran tertinggi (HET).
“Kalau sudah membeli pupuk sendiri harganya sepertiga dari harga tidak bersubsidi. Jadi harganya sudah sangat murah,” tandasnya.(afs/sis)