CIANJURUPDATE.COM – Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan mengalokasikan sekitar 37,58% atau sekitar Rp 1.350 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk membayar utang yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo sekaligus ekonom senior INDEF, Dradjad Hari Wibowo dalam acara UOB Economic Outlook 2025 di Jakarta.
Total anggaran belanja negara yang disepakati bersama DPR untuk 2025 adalah sebesar Rp 3.621,3 triliun.
Dari jumlah tersebut, Rp 1.353,2 triliun akan digunakan untuk pembayaran utang, yang terdiri dari cicilan pokok Rp 800,3 triliun dan bunga utang sebesar Rp 552,9 triliun.
Cicilan pokok utang ini mencakup pembayaran Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan utang non-SBN senilai Rp 94,8 triliun.
Sementara itu, pembayaran bunga utang terdiri dari bunga utang dalam negeri Rp 497,6 triliun dan bunga utang luar negeri Rp 55,2 triliun.
Dradjad juga menjelaskan bahwa hampir 50% dari total pendapatan negara yang diperkirakan mencapai Rp 3.005,1 triliun dalam APBN 2025 akan habis hanya untuk pembayaran utang tersebut.
BACA JUGA: Prabowo Disebut Cari Pemilik Akun Fufufafa, Ketua Harian Gerindra Beri Bantahan
“Dari pendapatan negara Rp 3.000 triliun, lebih dari Rp 1.300 triliun habis untuk pembayaran utang. Ini membuat ruang fiskal yang kita miliki sangat terbatas,” ujar Dradjad dilansir CNBC Kamis (26/9/2024).
Situasi ini, menurut Dradjad, menjadi salah satu alasan utama mengapa pemerintahan Prabowo berencana untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) atau Kementerian Penerimaan Negara.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sumber-sumber baru yang belum tergarap maksimal.
“Kunci dari solusi ini adalah reformasi penerimaan negara dan perpajakan. Namun, peningkatan pajak yang hanya mengejar sumber yang sudah ada akan berakibat kontra produktif bagi perekonomian,” tambahnya.
Dradjad menekankan pentingnya BPN mengejar potensi penerimaan dari untapped revenue dan uncollected revenue, bukan dengan menaikkan tarif pajak yang ada.
“BPN harus fokus pada dua sumber pendapatan cepat yang belum dimanfaatkan sepenuhnya, yaitu pendapatan yang belum tergarap dan belum tertagih,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kebutuhan dana untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada 2029 sangat besar, dengan proyeksi belanja negara mencapai Rp 6.096,88 triliun.
BACA JUGA: Prabowo Bisa Bebas Bentuk Kementerian Karena UU Ini Sudah Disahkan DPR RI
Berdasarkan simulasi, APBN 2025 sendiri sudah kekurangan sekitar Rp 300 triliun untuk mencapai target pertumbuhan 5,9%.
Burhanuddin Abdullah, salah satu Dewan Penasihat Presiden Terpilih Prabowo, juga menambahkan bahwa meskipun total belanja negara mencapai Rp 3.600 triliun, sekitar Rp 1.000 triliun harus dialokasikan untuk pembayaran utang, sementara Rp 1.400 triliun lainnya dikirimkan ke daerah.
Dengan demikian, pemerintahan pusat hanya memiliki anggaran sekitar Rp 1.100-1.200 triliun yang dinilai tidak cukup besar untuk mendorong pembangunan signifikan.
Burhanuddin menekankan bahwa salah satu prioritas utama pemerintahan Prabowo-Gibran adalah pembangunan infrastruktur, seperti bandara, pelabuhan, dan jalan.
“Kita membutuhkan pelabuhan yang lebih modern untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” jelasnya.
Sementara itu, pembangunan sektor lain akan difokuskan pada keterlibatan sektor swasta untuk mendorong perekonomian nasional tumbuh lebih cepat.