CIANJURUPDATE.COM – Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur melarang siswa atau anak sekolah untuk mengendarai sepeda motor pada 9 Januari 2025 lalu. Namun, ada hal yang luput dari sekadar larangan sepeda motor bagi siswa, yaitu ketegasan dan fasilitas penunjang.
Seperti yang kita ketahui, anak-anak sekolah terkadang berada di persimpangan kehidupan. Mereka masih mencari jati diri dan ingin eksis di masyarakat dengan cara mereka sendiri, yang terkadang malah meresahkan. Maraknya geng motor yang diisi pelajar menjadi salah satunya.
Dengan niat mengurangi kenakalan remaja, Disdikpora meminta sekolah terutama SMA melarang anak sekolah mengendarai sepeda motor. Namun, keluhan lain datang dari orang tua siswa, bahkan dari siswanya itu sendiri. Mulai dari trayek angkot yang tidak efektif, tarif transportasi umum yang mahal, ditambah angkutan umum yang terkenal kurang layak dan lama.
Pemkab Cianjur harus bersikap tegas ketika membeberkan sebuah larangan atau kebijakan kepada masyarakat, apalagi kepada media yang dibaca oleh semua orang. Jangan sampai larangan hanya sebatas larangan, tanpa ada tindak lanjut yang jelas. Itu yang malah membuat citra pemerintah buruk di masyarakat.
Jika memang dilarang, Pemkab Cianjur harus segera membuat aturan, seperti Peraturan Bupati misalnya, untuk menambah ketegasan dari aturan ini. Namun, Pemkab Cianjur juga masih punya PR dalam meningkatkan fasilitas transportasi umum yang memadai.
Jangan sampai ada satu hal yang dilarang di masyarakat, tetapi masyarakat tidak diberi solusi yang jelas untuk mengatasi hal tersebut. Itu malah menjadi beban baru di masyarakat yang secara ekonomi saat ini masih belum stabil.
Di media sosial, setelah berita tentang larangan anak sekolah membawa sepeda motor ke sekolah beredar, banyak orang tua yang berkomentar bahwa transportasi umum di Cianjur masih belum layak. Itu harusnya menjadi atensi Pemkab Cianjur untuk membuka mata bahwa pembangunan di Cianjur bukan hanya soal trotoar.
Banyak yang membandingkan ongkos menggunakan angkot dan menggunakan sepeda motor. Jika menggunakan angkot, ongkos siswa rata-rata Rp3 ribu rupiah, jika pulang pergi jadi Rp6 ribu. Dikali 6 hari sekolah, maka ongkos untuk pulang-pergi sekolah adalah Rp36 ribu.
Menurut saya, Rp36 ribu merupakan biaya yang cukup mahal untuk siswa bolak-balik ke sekolah. Belum ditambah kerja kelompok, dan tugas yang lain. Apabila dibelikan BBM Pertalite, Rp36 ribu bisa mendapatkan BBM sebanyak 3 liter lebih, dan bisa dipakai untuk berkendara bolak-balik sekolah dua sampai tiga minggu.
Itung-itungan ini bukan berarti masyarakat abai terhadap keselamatan anak mereka, tetapi mereka juga harus memperhitungan masa depan ekonomi rumah tangga yang saat ini kian tercekik. Harga bahan pokok naik dimana-mana, termasuk harga cabai yang sampai sekarang masih belum turun.
Selain itu, di Cianjur banyak sekolah yang tidak punya halte, tidak punya jalur angkot, bahkan tidak punya trotoar. Padahal, trotoar adalah pembangunan yang selalu dielu-elukan oleh rezim Herman Suherman sekarang ini.
Pemkab Cianjur harus segera memberikan langkah konkret jika ingin melarang siswa mengendarai sepeda motor. Perbaikan dan pengadaan transportasi umum yang layak menjadi langkah awal yang harus segera diperhatikan. Pemerintah harus tegas terhadap pengelola angkutan dalam hal ini, kalau bisa pemerintah menyediakan sendiri angkutan yang layak.
BACA JUGA: Terciduk Bawa Sajam, Siswa SMK di Cianjur Diamankan Polisi Saat Operasi Gatur Pagi
Subsidi transportasi bagi pelajar menjadi hal penting untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam mengendarai angkutan umum. Hal ini juga membantu sopir angkot yang kini kian tercekik dengan adanya ojek online yang kadang bisa lebih murah. Subsidi ini dirasa lebih penting daripada harus membangun trotoar megah.
Pemerintah juga bisa menyediakan angkutan khusus sekolah yang dikelola oleh Dinas Perhubungan. Pemkab Cianjur bisa mengikuti jejak Jaklingko di Jakarta atau angkot gratis di Jambi. Mereka concern untuk membantu pelajar agar nyaman dan aman untuk berangkat ke sekolah tanpa kendaraan umum.
Selama saya hidup di Cianjur, saya belum merasakan adanya perubahan berarti tentang transportasi umum di Cianjur. Angkot di Cianjur tidak banyak berubah, malah tarif yang semakin hari semakin mahal karena mengikuti harga BBM. Pemkab Cianjur harus membuka mata dan hati untuk bisa memperbaiki hal ini.
BACA JUGA: Porsenika SMAN 2 Cianjur, Ajang Unggulkan Bakat dan Karakter Siswa
Kebijakan yang baik harus mencakup solusi dan pelaksanaan yang jelas. Jangan sampai sekolah di Cianjur kebingungan, mereka ingin melarang siswa mengendarai sepeda motor, tetapi terhalang siswa yang terkendala transportasi umum. Tidak ada cara lain selain pakai kendaraan pribadi.
Tidak semua orang tua mampu mengantarkan anaknya ke sekolah, karena ada pula orang tua yang tak punya kendaraan pribadi. Jika hal esensial seperti ini luput dari perhatian pemerintah, berarti memang selama ini, kebijakan yang dibuat hanya untuk memenuhi hasrat politik saja.
Pemkab Cianjur wajib berpihak pada rakyat kecil. Mereka tidak hanya ingin melihat Cianjur indah secara dipandang, tetapi juga nyaman ketika beraktivitas. Sering kali saya melihat Pemkab Cianjur studi banding ke berbagai daerah, tetapi tidak ada perubahan berarti dalam hal-hal esensial yang harusnya didapatkan masyarakat