CIANJURUPDATE.COM – Aksi pemasangan spanduk dan penggembokan gerbang Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Cianjur oleh pihak yang mengklaim sebagai ahli waris tanah telah menimbulkan keresahan di kalangan siswa, orang tua, dan pihak sekolah.
Sengketa tanah antara ahli waris dan MAN 1 Cianjur ini semakin memanas, terutama setelah aksi pemasangan spanduk pada Selasa (3/8/2024).
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Cianjur, Irfan Sofyan, menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi tersebut yang dianggap mengganggu proses pendidikan.
“Tindakan semacam ini sangat mengganggu dan meresahkan dunia pendidikan, terutama di MAN 1 Cianjur. Masalah ini harus diselesaikan dengan bijak, bukan dengan cara yang merusak lingkungan sekolah,” ujar Irfan dalam konferensi pers pada Kamis (12/9/2024).
Irfan juga menambahkan bahwa tindakan tersebut berdampak negatif terhadap program pemerintah daerah, khususnya dalam upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di sektor pendidikan.
Kondisi ini, menurutnya, telah menciptakan suasana yang tidak kondusif bagi proses belajar mengajar di MAN 1 Cianjur.
BACA JUGA: Alasan Bangun Boarding School, MAN 1 Cianjur Pungut Orang Tua Siswa Rp 3,5 Juta
“Kondisi ini sangat mempengaruhi pembelajaran. Guru dan siswa merasa cemas karena aksi pemasangan spanduk hingga penggembokan gerbang sekolah,” tuturnya.
Lebih lanjut, Irfan menegaskan bahwa berdasarkan dokumen resmi, tanah yang ditempati MAN 1 Cianjur adalah milik Pemerintah Kabupaten Cianjur melalui Surat Pelepasan Hak (SPH).
Oleh karena itu, pihak ahli waris tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim kepemilikan lahan tersebut.
“Bagi pihak yang mengklaim sebagai ahli waris, tidak ada hak untuk menguasai atau mengklaim tanah MAN 1 Cianjur. Statusnya sudah jelas,” kata Irfan.
Namun, menurut Irfan, keberadaan dokumen SPH yang seharusnya dimiliki oleh Pemkab Cianjur saat ini masih menjadi misteri, karena dikabarkan dikuasai oleh pihak yang mengklaim sebagai ahli waris.
Meskipun demikian, ia menyebutkan bahwa salinan SPH yang ada hanyalah fotokopi dan terdapat sejumlah kejanggalan dalam dokumen tersebut.
“Fotokopi SPH yang mereka pegang tidak memiliki kekuatan hukum. Kami mendesak agar dokumen asli segera diserahkan kepada pemerintah daerah,” tambahnya.
Irfan pun mengimbau agar pihak ahli waris atau siapa pun yang merasa memiliki hak atas tanah tersebut untuk menempuh jalur hukum dan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri, daripada mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah.
“Kami mengajak semua pihak untuk menyelesaikan masalah ini secara hukum di Pengadilan Negeri. Jangan lagi melakukan tindakan yang mengganggu proses pendidikan,” tutupnya.