CIANJURUPDATE.COM, Cipanas – Pergerakan tanah di Kedusunan Kampung Sindanglangu, Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, terus meluas dan mengalami pergeseran. Kondisi itu mengakibatkan sejumlah rumah milik warga setempat makin terancam amblas.
Hingga saat ini, luasan lahan yang terus bergeser sudah mencapai puluhan hektar dan pergeserannya tiap hari semakin berubah.
Kepala Desa Batulawang, Nanang Rohendi mengatakan, rumah warga yang lokasinya tepat berada di atas tebing atau di mahkota longsor yang tergerus longsor sudah tidak layak huni dan harus dikosongkan.
“Kondisinya memang sudah membahayakan, terlebih tanah masih terus bergerak hingga saat ini,” kata Nanang kepada wartawan, Jumat (5/3/2021).
Maka dari itu, lanjut Nanang, seluruh penghuninya sudah diungsikan ke rumah kerabat dan sebagian di tenda darurat yang sudah didirikan sejak satu pekan lalu.
“Sejauh ini yang menempati tenda darurat sudah ada delapan kepala keluarga atau sekitar 20 orang,” ujarnya.
Selain itu, terkait rencana relokasi permanen terhadap 15 kepala keluarga yang rumahnya terdampak, pemerintah desa telah mengajukan kepada pihak terkait dan satu pekan lalu pun sudah ditinjau langsung oleh Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman.
“Kemarin kami sudah menggelar rapat terbatas dengan BPBD dan dinas-dinas terkait perihal rencana relokasi ini. Sekarang sedang dirumuskan, terutama untuk lokasinya,” paparnya.
Nanang menambahkan, rencana relokasi sebenarnya pernah diajukan pada 2018 lalu pascakejadian bencana sebelumnya. Bahkan ia sudah menyiapkan lahan milik desa.
“Namun sayang, hasil kajian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), lokasi tersebut dinyatakan tidak layak,” ungkapnya.
Sebelumnya diketahui, bencana longsor dan pergerakan tanah melanda Kampung Sindanglangu, Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Namun, 15 rumah terdampak dan belasan lainnya terancam. Selain itu, bencana pun mengakibatkan sawah rusak dan jalan amblas sepanjang 150 meter.
Aktivitas warga yang tinggal di dua kampung yang biasa mengakses jalan tersebut pun otomatis terganggu, karena kondisinya kini sudah tidak bisa dilalui oleh kendaraan.
Sementara itu Tim Posko Pemantauan, Risman Munandar kini tengah melakukan penilaian aktivitas pergeseran tanah dari mahkota dan lidah lelongsoran di sembilan titik dengan metode pengukuran vertikal dan horizontal.
“Adapun hal tersebut bertujuan untk dilakukan penilaian atau mengukur perubahan aktivitas pergeseran tanah dalam hitungan waktu 24 jam atau satu hari,” kata Risman.
Pihaknya menjelaskan, pengukuran dengan metode horizontal diterapkan untuk perkirakan tanah yang turun atau amblas. Sementara metode vertikal untuk aktivitas pergeralan tanah retak atau terbuka.
“Dari sembilan titik pantau tersebut yang di mahkota pemantauan mengalami perubahan lima sampai 10 sentimeter, termasuk retakan baru. Untuk titik lidah pun material lelongsoran sudah turun kembali hingga 40 meter dari titik awal,” tandasnya.(ct6/sis)