Pidana Pemasyarakatan
Oleh : Dr. Agus Surachman, Bc.IP, S.H.Sp.1 & Yournalist Mahyudin, Bc.IP. S.H. MSi
![](/wp-content/uploads/2021/06/IMG-20210630-WA0012-720x470.jpg)
Maka dalam KUHP yang masih peninggalan kolonial tersebut adanya hukuman pidana penjara dan tidak ditemukan
adanya tujuan pemidaan. Sehingga KUHP tersebut ruhnya masih pembalasan dendam. Untuk eksistensi pidana penjara dilihat dari sudut efektifitas sanksi harus/dapat dilihat dari dua aspek pokok tujuan pemidanaan yakni aspek perlindungan masyarakat dan aspek perbaikan si pelaku.
Dari aspek perlindungan masyarakat maka tujuannya adalah untuk mencegah, mengurangi atau mengendalikan tindak pidana, dan memulihkan kesimbangan masyarakat antara lain; menyelesaikan konflik, mendatangkan rasa aman, memperbaiki kerugian/kerusakan, menghilangkan noda-noda, dan memperkuat kembali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Sedangkan aspek perbaikan si pelaku meliputi berbagai tujuan antara lain melakukan rehabilitasi dan memasyarakatkan kembali si pelaku dan melindunginya dari perlakuan sewenang-wenang di luar hukum. Pelaksanaan pidana penjara belum efektif untuk memberikan pembinaan dan menyiapkan mantan warga binaan untuk kembali ke
masyarakat.
Penjara hanya akan menjadi tempat bagi seseorang untuk belajar tentang melakukan kejahatan yang lebih professional, juga kelebihan kapasitas di lembaga pemasya-rakatan akan menyebabkan tendensi kerusuhan yang semakin besar.
Penjatuhan pidana penjara hendaknya dihindari, salah satunya dengan mengesahkan mediasi penal untuk menyelesaikan perkara pidana. Mediasi penal sementara ini hanya dilakukan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, ternyata tak hanya dikenal dalam perkara perdata, seperti wanprestasi, Perbuatan Melawan Hukum (PMH), warisan, perceraian, penguasaan dan nafkah anak, atau harta bersama.