CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – Psikolog dari Rumah Sakit Dokter Hafidz (RSDH) Cianjur, Delima Amiyati, M.Psi mengatakan, dampak terbesar korban perkosaan anak di bawah umur, cenderung berpengaruh pada fisik, mental, dan sosial anak.
Pasalnya, korban masih berusia 15 tahun dan perbuatan bejat pelaku pemerkosaan telah dilakukan selama dua tahun, bahkan hingga melahirkan seorang bayi.
“Secara psikologis, anak akan mengalami trauma hebat. Ia akan menjadi tertutup, penyendiri, timbul perasaan bersalah, stres, sampai depresi,” ujarnya kepada Cianjur Update, Rabu (17/11/2021).
Delima menyebut, apabila dampak tersebut belum bisa tertangani setelah beberapa waktu, korban perkosaan bisa mengalami gangguan traumatik, sehingga ia akan takut terhadap laki-laki.
“Ia juga pasti akan mengalami gangguan traumatik atau takut ketika didekati orang lain, terutama laki-laki. Mereka khawatir akan mengalami intimidasi dan disakiti,” ungkapnya.
Sementara dari sisi pelaku, Delima menilai, pelaku sudah masuk ke dalam disfungsi seksual yaitu gangguan pedofilia.
“Karena memang ada indikasi, seperti pelaku merasa kesepian. Namun ada juga faktor lain yang mendorong dia melakukan seksual kepada anak,” jelasnya.
Menurut Delima, faktor lain yang dimaksud adalah kebutuhan seksual yang tak terpenuhi. Bisa karena kematian pasangan hidup atau sodara, hingga membuat pelaku mengalami trauma secara psikis.
“Bisa jadi, ini adalah pelampiasan stres sehingga berdampak pada disfungsi seksual. Misalnya, tekanan ekonomi sosial yang tidak bisa dipenuhi,” paparnya.
Delima menuturkan, kasus seperti ini perlu dicegah agar tidak ada lagi korban lainnya di Cianjur. Ia pun membeberkan sejumlah pencegahan yang bisa dilakukan.
“Sebetulnya pencegahannya adalah harus ada intervensi untuk menciptakan keluarga yang sehat dan bahagia, termasuk harus mulai ada pengenalan terhadap pendidikan reproduksi,” terangnya.
Ia menilai, perlu adanya penyuluhan intensif bagi masyarakat dan pemerintah tentunya harus bisa terlibat secara optimal.
“Harus ada peran untuk melindungi hak-hak anak dan para pelaku kekerasan seksual harus mendapatkan hukuman yang maksimal,” terangnya.
Penyuluhan dan pembekalan ini, lanjutnya, bisa dilakukan kepada setiap orang lintas usia. Sehingga minimal bisa mencegah tindakan kekerasan seksual, karena sudah tahu hukumannya sangat berat.
“Selain itu, perlu ditelusuri juga berbagai faktor tekanan yang menjadi penyebab masalah psikososial ini, apakah karena faktor ekonomi atau hal lain,” ucapnya.
Apabila memang yang menjadi faktor penyebab gangguan psikisnya adalah ekonomi, sambung Delima, berarti perlu adanya pembekalan keterampilan dan keahlian tertentu.
“Kalau benar karena faktor ekonomi, berarti harus ada pembekalan keterampilan. Sehingga, orang dewasa yang tidak punya kegiatan, bisa mengalihkan fokusnya untuk bekerja dan tidak berfantasi terlalu dalam dan jauh pada seksualitas,” bebernya.
Sebelumnya diberitakan, seorang kakek berinisial H (60) memperkosa seorang anak berusia 15 tahun hingga melahirkan bayi. Kejadian ini berlangsung selama dua tahun.
Kasus ini terjadi Kampung Cipeusing, Desa Talagasari, Kecamatan Kadupandak, Cianjur.
Kuasa Hukum korban, Jaelani mengatakan, kasus ini bermula pada pertengahan 2019. Pelaku selalu memberikan imbalan setiap dibantu membeli rokok atau kopi oleh korban.
“Saat korban masih berusia 13 tahun, pelaku selalu nongkrong di rumah korban,” ujar Jaelani kepada Cianjur Today, Senin (15/11/2021).
Pelaku memperdaya dengan memberikan imbalan sejumlah uang, setiap disuruh membeli kopi atau rokok. Hal itu terjadi selama setengah tahun lamanya.
“Tepat malam tahun baru 2020, ketika korban pulang ngaji jam 8 malam, ia dicegat di jalan menuju rumah oleh si pelaku,” ucap dia.
Korban tidak merasa curiga sama sekali, karena sudah merasa nyaman dengan pelaku. Korban dibawa ke belakang rumah nenek kandung korban, yang lokasinya berseberangan dengan rumah korban.
“Si pelaku pun membujuk korban melakukan perbuatan bejat yang diinginkannya, korban menolak dan berontak. Namun, si pelaku mengancam akan bunuh diri kalau nggak mau, agar orang tahu bahwa dia mati dibunuh korban,” jelasnya.
Jaelani menyebut, anak berusia belasan tahun dengan ancaman seperti itu pasti akan takut. Hingga akhirnya ia tak berdaya dan direnggut kehormatannya.
“Dua hari kemudian, si kakek kembali mencegat si korban ketika pulang ngaji. Dia melakukan hal yang sama dan si korban berontak, tapi si pelaku mengancam akan menyebar apa yang sudah ia lakukan sebelumnya,” jelas dia.
Kelakuan bejat kakek itu berkelanjutan terua menerus. Hingga si korban tidak bisa menolak setiap pelaku melancarkan aksi bejatnya.
“Pengakuan si pelaku hampir setiap minggu melakukan hubungan, tapi saat di BAP itu 10 kali sudah melakukan hubungan badan. Setiap si kakek pengen ya dicegat, mungkin belasan kali,” jelas dia.
Tanpa sepengetahuan keluarga dan dan dirinya sendiri, korban hamil pada 2021. Ia pun melahirkan pada Kamis (11/11/2021) pukul 20.00 Wib.
“Ayah korban, Pak Rahmat (45) dia langsung melaporkan kejadian itu ke Polsek Kadupandak,” terangnya.
Dengan cepat, Polsek Kadupandak mengamankan pelaku pada pukul 11.30 Wib, karena ditakutkan terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Esok hari, baru si korban bersama orangtuanya diantar Polsek Kadupandak dengan membawa si pelaku untuk melapor ke Polres Cianjur,” tandasnya.(afs/sis)