Berita

Ribuan Balita di Cianjur Idap Stunting, Dinkes Tetapkan 50 Desa Lokus

“Jadi dari 33,5 persen turun menjadi 27,5 persen. Untuk 2020, kami ada SSGBI, namun kami tidak bisa mendapat angkanya karena data hanya untuk pusat,” ucapnya.

“Selanjutnya, untuk 2021, kami sedang melaksanakan SSGI kembali. Saat ini sedang berproses, jadi angkanya belum bisa kami berikan,” lanjutnya.

Jadi, kata Teni, sampai saat ini pihaknya masih menggunakan data 2019 yaitu stunting di Kabupaten Cianjur 27,5 persen.

“SSGI yang dilakukan setiap tahun itu dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Kemenkes dasar, yaitu tim ahli dari tenaga profesional yang melaksanakan survei,” terangnya.

Tetapi di luar itu, lanjut dia, pihaknya juga melaksanakan kegiatan bulan penimbangan balita (BPB) yang dilakukan setiap satu tahun dua kali yaitu Februari dan Agustus.

“Saat ini, status balita stunting yang ada berdasarkan hasil BPB, Cianjur kurang lebih ada di angka 10.000 untuk tahun ini. Karena pandemi Covid-19 sangat berpengaruh besar terhadap stunting,” paparnya.

Ia mengungkapkan, banyak pembatasan sosial distancing, di mana akses untuk ke Posyandu juga dibatasi. Selain itu, perusahaan tutup dan income keluarga menjadi turun bagi para pekerja, karena banyak yang dirumahkan.

“Ini juga berpengaruh terhadap kemampuan mereka untuk belanja, menafkahi atau memberikan makanan yang terbaik untuk anaknya,” jelasnya.

Dinkes Tetapkan 50 Desa Lokus Stunting

Ia juga mengungkapkan, saat ini ada sekitar 50 desa lokus stunting, karena jumlah pengidap stuntingnya besar.

“Untuk data BPB, sebetulnya angka stunting Cianjur itu di bawah 20 persen dan secara nasional kita menggunakan data Riskesdas dan SSGBI. Meskipun Cianjur sudah di angka 27,5 persen, tapi kita masih menjadi lokus stunting,” tuturnya.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button