CIANJURUPDATE.COM, Jakarta – Rancangan KUHP (RKUHP) yang mengatur tentang ancaman pidana 3 tahun bagi yang menghina pemerintah memuai kontroversi.
Dosen Departemen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang P Wiratraman menganggap aturan baru tersebut dinilai menjadi kemunduran hukum.
Menurutnya, pasal dalam RKUHP tentang ancaman pidana bagi yang menghina pemerintah itu tidak sejalan dengan hukum hak asasi internasional.
Dikatakannya, hal tersebut jauh di bawah hukum hak asasi internasional, terutama pengaturan kebebasan tentang ekspresi. Herlambang melanjutkan, pengaturan tersebut akan berdampak luas terhadap upaya melindungi kebebasan sipil.
“Perlu diperhatikan, kita ini kan mendorong negara hukum demokratis, tapi karakter pembentukan hukum yang sekarang ini ada dalam draf RKUHP, itu justru kemunduran dalam menata legislasi yang lebih punya makna di tengah masyarakatnya,” kata sia dikutip dari Detikcom, Sabtu (18/6/2022)
Herlambang lantas mengungkit hukum zaman kolonial Belanda. Di mana terdapat pasal-pasal yang membungkam aspirasi atau pendapat kaum pribumi.
“Karena pembentukan hukum semacam ini pernah terjadi di masa kolonial persisnya di tahun 1914. Ketika Gubernur Jenderal Van Heutsz itu dari Aceh pindah ke Batavia kemudian menyisipkan atau menyelundupkan pasal-pasal untuk membungkam kaum pribumi. Nah, ini berulang. Jadi peristiwa 2022 ini sebenarnya mengulang peristiwa masa kolonial dulu,” ujarnya.
Lebih jauh Herlambang melihat pembentukan hukum di Indonesia semakin otokratis (pemimpin memegang kendali penuh). Menurutnya, pembentukan hukum di Indonesia sarat akan potensi pelanggaran HAM.
“Saya merasa ada hubungan yang kuat dengan kenyataan yang kita dapati, karakter pembentukan hukum yang semakin otokratis. Prosesnya ugal-ugalan, ya serampangan lah ya, substansinya abusive, jadi sarat dengan potensi pelanggaran HAM dan minim partisipasi,” imbuhnya.
Seperti diketahui, pemerintah dan DPR berencana mengesahkan Rancangan KUHP bulan depan. Salah satunya berisi ancaman bagi masyarakat yang menghina pemerintah.
Tertuang dalam pasal 240, berikut ini bunyi draf Rancangan KUHP:
“Yang dimaksud dengan ‘keonaran’ adalah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (anarkis) yang menimbulkan keributan, kerusuhan, kekacauan, dan huru-hara,” demikian bunyi penjelasan Pasal 240 Rancangan KUHP itu.(rid/afs)
Berita Terkait: