NeuroLyrika dan Eksistensi Komunikasi Manusia Refleksi dari Cerpen Big Ekuinok
Penelitian oleh Dr. Albert Mehrabian menunjukkan bahwa komunikasi non-verbal menyumbang hingga 93% dari total makna yang dipahami dalam interaksi manusia, menguatkan gagasan bahwa makna sejati seringkali hadir dalam hal-hal yang tak terucapkan.
NeuroLyrika dalam cerpen ini memperluas konsep ini dengan menambahkan aspek neurologis, di mana sinyal elektromagnetik otak terintegrasi dalam proses komunikasi. Ini sejalan dengan penelitian kontemporer yang mengeksplorasi interaksi otak manusia melalui gelombang elektromagnetik yang bisa mempengaruhi cara berpikir dan merasakan seseorang.
Pada tahun ketiga dalam cerpen tersebut, Maryam menyadari paradoks eksistensial bahwa bahkan teknologi tercanggih—Neuro Corpus—tidak mampu memahami kompleksitas emosional NeuroLyrika sepenuhnya. Di sini, cerpen ini menggugah pertanyaan yang sama yang diajukan oleh ilmuwan dan filsuf seperti David Chalmers mengenai hard problem of consciousness.
Bagaimana kesadaran, yang berisi emosi dan pengalaman subjektif, dapat dijelaskan secara objektif oleh ilmu pengetahuan? NeuroLyrika, dengan dimensinya yang sulit dipahami, menunjukkan bahwa ada aspek-aspek dari kesadaran manusia yang melampaui logika dan perhitungan algoritmik.
Maryam, dalam cerpen ini, menyatakan bahwa “bahasa adalah cermin dari keberadaan, tetapi di sini, keberadaan menciptakan cermin baru.” Ini mencerminkan pemikiran Martin Heidegger yang mengatakan bahwa “bahasa adalah rumah keberadaan.” Dalam NeuroLyrika, rumah keberadaan itu bukan lagi kata-kata, melainkan getaran, gerak, dan resonansi yang menyatukan pikiran.