Selingkuh Dengan Istri Staf, Kepala Desa di Cianjur Dituntut Mundur

KLIK CIANJUR, Cianjur – Kepala Desa Wargasari, Kecamatan Kadupandak, Cianjur diduga selingkuh dengan istri stafnya sendiri di salah satu hotel di Kabupaten Sukabumi. Akhirnya kepala desa itu pun dituntut mundur.

Salah seorang warga Desa Wargasari, Agung (28) berpendapat bahwa kasus kepala desa yang selingkuh dengan istri staf ini adalah kejadian yang luar biasa.

“Kasus yang menimpa oknum kepala desa dengan melakukan tindak asusila sangatlah meresahkan semua masyarakat Desa Wargasari. Bukan membangun desanya malah membuat keonaran yang tak pantas dilakukan sang kades bejat,” kata Agung kepada wartawan, Jumat ().

Dirinya mengatakan, masyarakat Desa Wargasari berharap SK kepala desa tersebut segera dicabut dan diberhentikan secara permanen. Hal ini karenakan, kepala desa itu sudah tidak layak lagi menjadi contoh baik bagi masyarakat.

“Harapan masyarakat cuman satu yaitu meminta maaf dan mengundurkan diri atau di cabut SK nya oleh bapak bupati agar segera cepat di berhentikan secara total,” ungkap Agung.

Sementara itu, Ketua MUI Desa Wargasari, Asep Badri pun menginginkan hal yang sama. Ia pun berharap sang kepala desa mundur dari jabatannya.

“Kami berharap agar kepala desa segera lengser dari jabatannya. Karena masyarakat juga sudah kesal. Bahkan, masyarakat sudah dua kali melakukan demo ke kantor desa menuntut kades mundur,” ucap dia.

Tanggapan DPRD Cianjur Tentang Kasus Kepala Desa Selingkuh

Wakil Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Cianjur, Isnaeni menjelaskan , sesuai hasil rapat dengar pendapat (RPD) di DPRD Cianjur pada 23 Mei lalu, ada beberapa poin yang harus diperhatikan dari kasus kepala desa yang selingkuh dengan istri staf ini.

“Diantaranya camat Kadupandak itu harus segera memberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis kepada saudara Juanda. Terus yang ke du camat sendiri untuk memerintahkan sodara Juanda untuk meminta maaf secara terbuka atas perbuatannya tersebut,” kata Isnaeni .

Permintaan maaf kepada masyarakat, lanjut dia, serta poin-poin lainnya harus dilaksanakan dan diberikan jangka waktu 30 hari sejak sanksi dikeluarkan camat terhadap pihak yang bersangkutan.

“Persoalannya sekarang apakah camat melaksanakan hasil RDP tersebut atau tidak? Atau mampu tidak dia melaksanakan tugas tugasnya sebagai camat sehingga ini bisa terselesaikan dengan baik,” ungkap dia.

Dengan kata lain, kata Isnaeni, kalau ada gejolak lagi di masyarakat beberapa poin yang dibahas dalam RPD tidak dilakukan camat. Harusnya, camat pun memberikan teguran kedua pada pihak yang bersangkutan.

“Seharusnya setelah 30 hari dari kemarin, camat harus melakukan lagi semacam teguran ke dua, harus tertulis tegurannya tentang hal tersebut. Kalau juga tidak, maka dia harus melakukan lagi teguran, jadi itu tahapan tahapannya yang harus dilakukan oleh pihak camat,” papar dia.

Dengan demikian, segala keputusan ada di camat. Isnaeni menilai, camat harus bertindak untuk bisa meredam gejolak di masyarakat.

“Terus ke dua memang ada hal yang sangat substansi harus dibedakan ketika kita misal melakukan permohonan tentang pemberhentian kades, kan itu ada syarat-syarat di Undang-undang,” katanya.

Saat ini pun, kasus kepala desa Wargasari, Kadupandak, Cianjur ini sudah ditangani oleh pihak kepolisian Polsek Sukabumi. Sehingga tinggal menunggu hasil penyelidikan.

“Tinggal ditunggu saja hasil prosesnya seperti apa, nah kalau sudah hasil prosesnya memang dia terbukti, seharusnya segera lah Pemda melakukan tindakan-tindakan tegas dan nyata,” kata Isnaeni.

“Kalaupun tidak seperti itu sambil menunggu proses hukumnya tersebut, sebetulnya pemerintah daerah pun bisa melakukan tindakan tindakan sesuai dengan aturan berkenaan dengan apa yang dialkukan oleh kepala desa tersebut. Yang terpenting memang nanti di masyarakat itu tercipta suasana yang kondusif,” imbuh dia.

Pemkab Cianjur: Tunggu Hasil Penyelidikan

Kepala Bagian Hukum Kabupaten Cianjur, Irvan Sofyan mengatakan, dikarenakan kasus kasus ini tengah diproses di Polsek Sukabumi, maka Pemkab Cianjur menunggu hasil proses penyelidikan.

“Kami akan mendalami hasil dari penyidikan dari pihak kepolisian, kami akan nunggu bagaimana tindakan dari Itda dan DPMD. Mungkin setelah itu kami juga akan mengkaji dari segi hukumnya,” kata Irvan.

Sebab, lanjut Irvan, pemberhentian kepala desa bisa dilakukan dengan tiga penyebab. Tiga penyebab tersebut adalah meninggal dunia, diberhentikan, dan mengundurkan diri.

“Jadi kita tunggu dulu saja, sabar menunggu proses dari pihak kepolisian, karena itu sedang ditangani oleh pihak kepolisian. Kita tunggu hasil dari kepolisian apakah dia benar bersalah atau tidak, kami juga belum tahu. Kalau misalkan dia bersalah pasti akan ada tindakan dari Pemda Cianjur, itu tergantung dari pada pemeriksaan, dari Itda ataupun DPMD seperti apa,” jelas dia.

Mengenai aksi demo yang dilaksanakan masyarakat Desa Wargasari, Irvan menilai bahwa hal itu merupakan hak masyarakat dalam menyampaikan kekecewaannya.

“Tapi kalau kita kan sebagai negara hukum berdasarkan ketentuan ayat 1 pas 3 undang undang dasar 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, maka kita akan proses secara hukum. Sekarang sedang diproses oleh pihak kepolisian, kita tunggu hasilnya seperti apa,” jelas dia.

Hingga saat ini, pihaknya pun hendak mengkaji terhadap ketentuan pasal-pasal yang tepat untuk tindakan terhadap kepala desa tersebut.

“Itu kan kalau sekarang dalam bahasa hukum karena masih dalam tahap penyelidikan, masih diduga. Karena belum terbukti secara hukum, karena masih dalam proses penyidikan dari pada pihak kepolisian,” tutup dia.(afs)

Berita Terkait

Exit mobile version