CIANJURUPDATE.COM, Jakarta – Setelah B117, PB IDI minta masyarakat waspadai mutasi Covid-19 N439K! Apa lagi itu? Diumumkannya kasus mutasi varian Covid-19 asal Inggris atau B117 masuk ke Indonesia pada 2 Maret lalu, kini Indonesia harus lebih siaga menghadapi varian baru, yaitu mutasi N439K yang juga berasal dari Inggris.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut, varian baru Covid-19 lainnya yang mengandung mutasi N439K dijelaskan bisa lebih ‘pintar’ dalam menghadapi antibodi dan kini sudah menyebar ke 30 negara di dunia.
“Belum lama ini pemerintah mengumumkan varian B117 dan di dunia telah terdapat varian baru lagi yang berkembang ditemukan di Inggris yakni N439K,” kata Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Daeng M Faqih, Kamis (11/3/2021).
Ia menyebut, varian N439K ini sudah lebih di 30 negara ternyata lebih ‘smart’ dari varian sebelumnya, karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat dan tidak dikenali oleh poluclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi.
“Saat ini Covid-19 sudah menyebar luas di hampir seluruh daerah Indonesia. Apa yang kini bisa dilakukan adalah menekan angka kematian dengan menargetkan kelompok berisiko,” ujarnya.
Yaitu, lanjutnya dengan cara memastikan mereka yang memiliki komorbid atau kondisi penyerta bisa melakukan kontrol kesehatan rutin, memastikan masyarakat memakai masker yang benar dan berkualitas (medical grade), dan udara di dalam ruangan bisa selalu dibersihkan.
“Kalau mau mendorong menyeimbangkan dengan perekonomian yang baik, tetap beraktivitas adaptasi kebiasaan yang baru. Tiga hal ini harus dipastikan jalan dulu,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Subandrio menyebut, mutasi N439K sudah ada di Indonesia. Total ada 48 kasus yang ditemukan dari 547 sampel yang disequens dan dikirimkan ke bank data Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data (GISAID).
Banyak kasus mutasi N439K baru dilaporkan per bulan Maret 2021. Namun, beberapa isolat yang disequens di antaranya dari kasus tahun lalu.
“Jadi dari 547 sequens yang sudah dilaporkan ke GISAID, itu ada 48 yang membawa mutasi tadi N439K di Indonesia. Kalau dilaporkannya sih baru-baru saja pada Maret ini, tapi isolatnya sendiri ada beberapa yang dari tahun lalu, akhir Desember 2020,” lanjutnya.
Namun, Prof Amin tidak menjelaskan lebih detail, ada di mana saja kasus N439K di Indonesia. Tetapi beberapa lembaga yang melakukan sequens tersebar di sejumlah wilayah seperti Bogor, Jakarta, hingga Surabaya.
“Dari beberapa laboratorium sih ada yang melaporkan juga, dari ITB, Surabaya, ada yang dari Jakarta Eijkman, ada yang dari FKUI, ada yang dari Litbangkes, ada yang dari ITB Surabaya, ada dari LIPI Bogor,” bebernya.
Berdasarkan beberapa penelitian, Prof Amin menyebut mutasi N439K tak jauh berbeda dengan mutasi Corona yang ada. Baik dari tingkat keganasan, tidak ada perbedaan yang signifikan.
“Kalau dari tingkat keganasannya, prevalensinya, nggak berbeda dengan jenis lainnya. Tetapi dia bisa mengikat pada sel manusia itu lebih kuat, dua kali lebih kuat, dampaknya bisa menginfeksi lebih mudah,” pungkasnya.(sis/bbs)