Soal Film Dirty Vote, Refly Harun Sebut Kecurangan Pemilu 2024 Sudah Didesain Sejak Awal, Begini Faktanya

CIANJURUPDATE.COM – Film Dirty Vote yang dirilis Minggu (11/2/2024) menarik perhatian semua pihak, tak terkecuali Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.

Hal itu terbukti, hingga sekarang film tersebut sudah ditonton oleh lebih dari 3 juta orang dan menjadi trending topic di Twitter selama dua hari berturut-turut.

Tak mau ketinggalan, Refly Harun yang juga seorang Pakar Hukum Tata Negara ikut menanggapi tentang film Dirty Vote yang dibintangi tiga Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar ini.

Baca Juga: Dirty Vote Itu Apa? Ini Penjelasan dan Dampaknya Bagi Demokrasi

Menurut Refly, persoalan yang saat ini terjadi dalam Pemilu 2024 adalah aparat yang digerakkan untuk memenangkan satu pasangan calon.

Baca Juga: Film Dokumenter Dirty Vote Pengungkapan Sistem Kecurangan di Balik Pemilu 2024

 

“Itu soalnya, jadi aparat, money politik, penyanderaan, dan lain sebagainya. Itu yang kita lawan,” kata Refly Harun melalui kanal YouTube-nya, Senin (12/2/2024).

Pemilu yang adil dan jujur, lanjut dia, adalah hak masyarakat. Maka, kata dia, masyarakat takut pemilu diselenggarakan penuh kecurangan.

Tidak hanya itu, Refly menilai, kecurangan dapat mengundang kerusuhan, ketidakpuasan, dan kemarahan dari masyarakat.

“Maka itu, yang kita dambakan Pemilu jujur dan adil. Untuk pemilu jujur dan adil tiga paslon harus punya komitmen menghentikan praktik-praktik yang tidak jujur dan adil, terutama praktik money politik, menggerakkan aparat,” kata Refly.

Baca Juga: Apa Itu Sirekap? Mengenal Aplikasi Rekapitulasi Suara Modern yang Digunakan dalam Pemilu 2024

Tetapi masalahnya, timpa Refly, kecurangan Pemilu 2024 sejak awal telah didesain. Dia mencontohkan pengangkatan Plt kepala daerah yang juga disinggung film tersebut.

“Itu kan menguntungkan pasangan yang didukung pemerintah,” tegas dia.

Kecurangan, kata Refly, telah masuk ke dalam terstruktur, sistematis, dan massif. Ia bisa menyebut terstruktur karena justru dipimpin langsung oleh presiden. Sementara, sistematis karena kecurangan telah tersistem secara baik.

Ia pun mencontohkan cerita di Podcast Tempo bernama Bocor Alus. Dalam Podcast itu, ada bahasan tentang menteri agama yang dipanggil dan ditanya berapa jumlah banser dan lain sebagainya.

Baca Juga: Etika Dalam Menghadapi Masa Tenang Kampanye Pemilu 2024

“Ini sistematis namanya. Lalu, massif. Ini dilakukan di banyak tempat seluruh Indonesia, dengan memanggil kepala desa, melibatkan aparat dan lain sebagainya,” kata dia.***

Exit mobile version