CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – Bupati Cianjur, Herman Suherman mengaku prihatin dengan adanya rencana pemberlakuan Pajak Penambahan Nilai (PPN) sembako, pendidikan, dan kesehatan.
Namun demikian, ia tidak bisa berbuat banyak jika pemerintah akhirnya memutuskan untuk memberlakukan PPN sembako, pendidikan, dan kesehatan tersebut.
“Saya juga ikut prihatin, tapi kita kan pelaksana di daerah atas perintah pusat. Walaupun bagaimana, kita harus mengikuti,” ujar Herman kepada wartawan, Senin (14/6/2021).
Selain itu, Herman mengatakan, kebijakan PPN sembako, pendidikan, dan kesehatan tersebut muncul di tengah kondisi sulit, sehingga dinilai bisa membebani masyarakat Cianjur.
“Saya prihatin dengan situasi sulit saat ini, PPN sembako, pendidikan, dan kesehatan harus dimunculkan. Itu jadi beban untuk masyarakat,” ungkapnya.
Herman menegaskan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena kebijakan itu muncul langsung dari pemerintah pusat. Pihaknya menyebut, belum menerima informasi terkait PPN sembako, pendidikan, dan kesehatan tersebut secara resmi.
“Gimana lagi, ini aturan pemerintah pusat, saya ikut prihatin saja. Saya secara resmi belum menerima informasi, baru dari media,” ucapnya.
Pihaknya berharap, masyarakat bisa menyadari bahwa saat ini kondisi ekonomi di Indonesia sedang tidak seimbang sehingga harus memunculkan kebijakan itu.
“Mudah-mudahan saja, masyarakat bisa menyadari ekonomi saat ini tengah menurun dan pengeluaran tinggi. Agar kembali seimbang, salah satu caranya dengan adanya rencana PPN ini,” paparnya.
Sebelumnya, rencana pengenaan PPN sembako sebesar 12 persen terangkum dalam Rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Berdasarkan berkas rumusan RUU Ketentuan Umum Perpajakan, ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPN barang kebutuhan pokok ini.
Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen. Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.
Pemerintah menggarisbawahi, penerapan tarif PPN final menjadi alternatif untuk memudahkan pengusaha kecil dan menengah. Adapun, batasan omzet pengusaha kena pajak saat ini sebesar Rp4,8 miliar per tahun. Rencana pengenaan PPN terhadap bahan pokok adalah yang pertama kalinya dilakukan pemerintah.
Dalam Pasal 4A ayat 2 huruf b UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pemerintah telah menetapkan 11 bahan pokok yang tidak dikenakan PPN.
Pasal 4A ini sempat menjadi polemik karena dianggap multitafsir yang dapat membuka peluang pengenaan PPN terhadap barang bahan pokok di luar 11 jenis barang yang disebutkan dalam penjelasan UU tersebut.
Atas dasar itu, pada 2016 perwakilan konsumen dan pedagang komoditas pangan pasar tradisional meminta Mahkamah Konstitusi melakukan uji materi atas penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU No. 42/2009.
Pada 2017, MK kemudian mengabulkan permohonan dengan menegaskan bahwa penjelasan Pasal 4A ayat (2) UU No. 42/2009 bertentangan dengan UUD 1945. Alhasil, dalam putusan No.39/PUU-XIV/2016, MK menyatakan barang kebutuhan pokok adalah barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Dengan demikian, barang kebutuhan pokok tidak terbatas pada 11 jenis saja.(afs/sis)
Berikut daftar 11 bahan pokok yang bakal kena PPN 12 persen:
- Beras
- Gabah
- Jagung
- Sagu
- Kedelai
- Garam
- Daging
- Telur
- Susu
- Buah-buahan
- Sayur-sayuran